KETERTARIKAN MASYARAKAT
TERHADAP
SISTEM PENYELESAIAN SENGKETA
LUAR PERADILAN
P R O P O S A L S K R I P S I
Diajukan
Untuk Melengkapi Tugas – tugas dan Syarat
Guna Menyelesaikan
Tingkat Sarjana Lengkap
Dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas
OLEH :
BAGUS DWI ANGGA
NPM : 021038
Disetujui dan disahkan oleh :
Pembimbing I
SH. M.Hum..
|
Pembimbing
II
, S.H., M.H.
|
Mengetahui
Dekan
, SH. M.Hum.
SISTEMATIKA USULAN PENELITIAN
PROPOSAL
I.
Judul
KETERTARIKAN MASYARAKAT TERHADAP SISTEM PENYELESAIAN
SENGKETA LUAR PERADILAN
II. Pelaksanaan
Penelitian
a.
Nama Mahasiswa :
b. NPM :
021038
c.
Jumlah SKS : 21
d. IP
Kumulatif : 3, 0
e.
Nilai MPH :
e. Dosen
Wali : , SH.M.Hum
III.
Dosen Pembimbing :1., SH.,MHum
:2. , SH.M.Hum
IV.
Ruang Lingkup/Bidang Kajian : Hukum Perdata
V .
Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan Negara hukum yang
berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang mengatur segala
kehidupan masyarakat Indonesia, Hukum disini mempunyai arti yang sangat penting
dalam aspek kehidupan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam hubunganya
dengan manusia yang lain.
hukum
merupakan sarana untuk mengatur masyarakat sebagai sarana kontrol sosial, maka
hukum bertugas untuk menjaga agar masyarakat dapat tetap berada dalam pola-pola
tingkah laku yang diterima olehnya. Didalam peranannya yang demikian ini hukum
hanya mempertahankan saja apa yang telah terjadi sesuatu yang tetap dan
diterima dalam masyarakat. Tetapi diluar itu hukum masih dapat menjalankan
fungsinya yang lain yaitu dengan tujuan untuk mengadakan perubahan-perubahan di
dalam masyarakat.
Hukum bertugas untuk mengatur
masyarakat yang dimaksudkan bahwa kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk
mengintegrasikan dan untuk mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan orang
dalam masyarakat, Sehingga diharapkan kepentingan-kepentingan yang satu dan
yang lain tidak saling barlawanan. Untuk mencapai keadaan ini dapat dilakukan
dengan membatasi dan melindungi kepentingan tersebut.
Dalam suatu masyarakat, dimana sudah
ada peredaran uang berupa mata uang sebagai alat pembayaran yang sah,
persetujuan jual beli merupakan suatu persetujuan yang lazim diadakan diantara
para anggota masyarakat. Dalam arti perekonomian, seorang penjual melepaskan
hak miliknya atas suatu barang karena dianggap kurang perlu untuk memenuhi
kebutuhan perekonomianya secara mendapat hak milik atas barang.
Hukum adalah rangkaian
peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota
masyarakat dan bertujuan mengadakan tata tertib diantara anggota masyarakat.
Hukum menegaskan apabila terjadi jual
beli dan bila tujuannya merupakan tujuan perekonomian, yaitu
pemindahan hak milik, terlaksana, dimana masing-masing mempunyi hak dan
kewajiban.
Berbicara masalah Penyelesaian
diluar peradilan merupakan jalan lain yang dinilai bahwa Penyelesaian sengketa
diluar pengadilan adalah respons atas ketidakpuasan (dissatisfaction)
penyelesaian sengketa lingkungan melalui “proses litigasi” atau (di dalam
pengadilan) yang konfrontatif atau populer disebut alternative dispute
resolution (ADR) yaitu penyelesaian konflik lingkungan secara komprehensif di
luar pengadilan. ADR merupakan pengertian konseptual yang mengaksentuasikan
mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan melalui upaya: negotiation,
conciliation, mediation, fact finding dan arbitration. Terdapat juga
bentuk-bentuk kombinasi yang dalam kepustakaan dinamakan (hybrid) semisal
mediasi dengan arbitrasi yang disingkat (med-arb).
Penyelesaian sengketa
diluar pengadilan memiliki kelebihan yang utama dengan menghasilkan keputusan
yang dapat diterima oleh dan memuaskan semua pihak (high level of acceptance),
kelebihan ini menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa melalui ADR dapat
menghasilkan sebuah keputusan yang dirasa oleh dan untuk para pihak yang
bertikai ”ADIL”, sebab apabila salah satu pihak merasa dirugikan ia tidak akan
mau menerima kesepakatan yang dihasilkan melalui proses ADR dan melanjutkannya
penyelesaian sengketa tersebut ke pengadilan. Hal inilah yang menjadi acuan
bahwa hasil dari ADR merupakan sebuah kesepakatan yang adil bagi para pihak
yang bersengketa
Perarturan pemerintah RI Nomor 54
Tahun 2000, telah diatur tentang lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa di
luar pengadilan. Perarturan Pemerintah ini selain mengacu kepada Pasal 33 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
juga terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa , Lembaran Negara RI Tahun 1999 nomor 138,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3872.
Antara
dua belah pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya
pencemaran dan atau pengrusakan lingkungan hidup. Pilihan penyelesaian sengketa
lingkungan hidup, dalam bentuknya dilakukan secara sukarela antara pihak di
luar pengadilan melalui pihak ketiga netral yakni pihak yang memiliki kewenangan
mengambil keputusan (arbiter) maupun yang tidak memiliki kewenangan mengambil
keputusan (mediator). Pengertian arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih
oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa
lingkungan hidup yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase. Sedangkan
pengertian mediator atau pihak ketiga lainnya adalah seseorang atau lebih yang
ditunjuk dan diterima oleh para pihak yang bersengketa dalam rangka
penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang tidak memiliki kewenangan mengambil
keputusan
VI. Pembatasan Masalah dan perumusan masalah
1.
Pembatasan Masalah
Dengan
mengingat keterbatasan pemikiran serta waktu yang penulis miliki, maka dalam
skripsi ini penulis akan membatasi pada masalah ketertarikan masyarakat
terhadap penyelesaian sengketa di luar jalur peradilan.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan
pembatasan masalah maka penulis dapat merumuskan masalah mengenai :
a. Bagaimana alternative bagi orang di daerah pekalongan
tentang terjadinya sengketa?
b. Bagaimanakah ketertarikan masayarakat terhadap ADR
di banding jalur peradilan di daerah pekalongan ?
VII. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan
yang hendak dicapai dalam penulisan penelitian ini antara lain yaitu
dikemukakan sebagai berikut :
a.
Untuk mengetahui Bagaimana alternative bagi orang di daerah pekalongan tentang
terjadinya sengketa.
b.
Untuk mengetahui ketertarikan masayarakat terhadap ADR di banding jalur
peradilan di daerah pekalongan.
2. Kegunaan
Penelitian
a.
Untuk menghasilkan bahan pustaka yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya
serta memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai alternative bagi orang di
daerah pekalongan tentang terjadinya sengketa.
b.
Pelaksanaan penelitian hendaknya dapat membantu mengetahui hambatan-hambatan
atau permasalahan-permasalahan yang timbul terhadap daya tarik masayarakat
terhadap ADR di banding jalur peradilan di daerah pekalongan.
.
c. Untuk memenuhi syarat dalam menempuh ujian
akhir guna memperoleh gelar sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas
Pekalongan.
VIII. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Sengketa
Sengketa
tidak lepas dari suatu konflik. Dimana ada sengketa pasti disitu ada konflik.
Begitu banya konflik dalam kehidupan sehari-hari. Entah konflik kecil ringan
bahkan konflik yang besar dan berat. Hal ini dialami oleh semua kalangan.
Karena hidup ini tidak lepas dari permasalahan. Tergantung bagaimana kita
menyikapinya. Dengan cara lapangkah, atau bahkan cara yang kasar dan merugikan
orang lain. Tentu kita harus profesional menyikapi semua ini demi kelangsungan
hidup yang harmonis tentram dan nyaman, dan tentu tidak untuk merugikan orang
lain. Kenapa kita harus mempelajari tentang sengketa. Karena untuk mengetahui
lebih dalam bagaimana suatu sengketa itu dan bagaimana penyelesaiannya. Berikut
adalah pengertian dari sengketa itu sendiri, menurut kamus bahasa indonesia dan
menurut Ali Achmad.
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih
yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak
milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Dari
kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah masalah antara
dua orang atau lebih dimana keduanya saling mempermasalahkan suatu objek
tertentu, hal ini terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau perbedaan pendapat
atau persepsi antara keduanya yang kemudian menimbulkan akibat hukum bagi
keduanya. Jelas kita ketahui bahwa suatu sengketa tentu subjeknya tidak hanya
satu, namun lebih dari satu, entah itu antar individu, kelompok, organisasi
bahkan lembaga besar sekalipun. Objek dari suatu sengketa sendiri cukup
beragam. Misalnya saja rumah, hak milik rumah atau tanah, tanah, uang, warisan,
bahkan bisa objek ini adalah hak asuh anak. Kenapa bisa terjadi demikian? Tentu
karena adanya kesalahpahaman, atau bahkan karena adanya unsur ingin memiliki
meski pihak tersebut mengetahui kalau itu bukan miliknya. Hal inilah yang
paling sering kita temui dimana menjadi penyebab suatu konflik. Semoga kita
sadar dan peka untuk melihat kebenaran dan kita bisa melangkah ke jalan
kebenaran, karena hidup ini akan indah dengan jalan kebenaran.
2. Pengertian Peradilan
Pengadilan
adalah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
Bentuk dari sistem
Peradilan yang dilaksanakan di Pengadilan adalah sebuah forum publik yang resmi
dan dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku di Indonesia untuk
menyelesaikan perselisihan dan pencarian keadilan baik dalam perkara sipil,
buruh, administratif maupun kriminal. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk
membawa perkaranya ke Pengadilan baik untuk menyelesaikan perselisihan maupun
untuk meminta perlindungan di pengadilan bagi pihak yang di tuduh melakukan
kejahatan.
Sedangkan Peradilan adalah
segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan yang
berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan
menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum “in concreto” (hakim menerapkan
peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk
diadili dan diputus) untuk mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum
materiil, dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.
Dari kedua uraian diatas
dapat dikatakan bahwa, pengadilan adalah lembaga tempat subjek hukum mencari
keadilan, sedangkan peradilan adalah sebuah proses dalam rangka menegakkan
hukum dan keadilan atau suatu proses mencari keadilan itu sendiri.
Lembaga Peradilan di
Indonesia
Badan Peradilan yang
tertinggi di Indonesia adalah Mahkamah Agung, sedangkan Badan Peradilan yang
lebih rendah yang berada di bawah Mahkamah Agung adalah :
1. Badan Peradilan Umum
- Pengadilan Tinggi
- Pengadilan Negeri
2. Badan Peradilan Agama
- Pengadilan Tinggi Agama
- Pengadilan Agama
3. Badan Peradilan Militer
- Pengadilan Militer Utama
- Pengadilan Militer Tinggi
- Pengadilan Militer
4. Badan Peradilan Tata Usaha Negara
- Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
- Pengadilan Tata Usaha Negara
Dalam melaksanakan
tugasnya Mahkamah Agung (MA) merupakan pemegang kekuasaan kehakiman yang
terlepas dari kekuasaan pemerintah. Kewajiban Dan Wewenang MA menurut
Undang-Undang Dasar 1945 adalah:
- Berwenang mengadili pada tingkat kasasi,
menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
- Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
- Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden
member grasi dan rehabilitasi
3. Pengertian dan Ketertarikan Masyarakat Terhadap
Penyelesaian sengketa Luar peradilan
Penyelesaian sengketa lingkungan di luar
pengadilan dapat dilakukan oleh orang-orang yang bersengketa secara langsung,
atau juga melalui jasa dari pihak ketiganya. Penyelesaian sengketa lingkungan
di luar pengadilan didasarkan atas pilihan secara sukarela para pihak yang
bersengketa.[5]
Karakteristik penyelesaian
sengketa diluar pengadilan:
Penyelesaian sengketa di
luar pengadilan lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat substantif daripada
yang bersifat teknis yuridis.
Penyelesaian sengketa di
luar pengadilan benar-benar memuaskan kedua belah pihak.
Hal-hal yang tersirat atau
yang terpendam dapat diselesaikan secara tuntas.
Memberikan peluang dan
memungkinkan pihak-pihak lain untuk ikut terkena dalam penyelesaian sengketa
tersebut.
Proses penyelesaian
sengketa bersifat luwes dan tidak kaku atau fleksibel.
Model penyelesaian
sengketa ditentukan sesuai dari sifat sengketa atas dasar pilihan secara
sukarela.
Para pihak yang
menyelesaikan sengketa dapat lebih berperan dalam penyelesaian sengketa.
Penyelesaian sengketa
lingkungan diluar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan
mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu
guna menjamin tidak akan terulangnya dampak negative terhadap lingkungan.
Perundingan diluar pengadilan oleh para pihak yang berkepentingan yaitu para
pihak yang mengalami kerugian dan mengakibatkan kerugian, instansi pemerintah yang
terkait dengan subjek yang disengketakan, serta dapat melibatkan pihak yang
mempunyai kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan. Tindakan tertentu disini
dimaksudkan sebagai upaya memulihakan fungsi lingkungan dengan memperhatikan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat.
Penyelesaian sengketa
lingkungan diluar pengadilan ini pada umumnya tumbuh dan berkembang di Negara
Amerika serikat dan Jepang. Sebagai Negara maju, muncul industri modern dengan
penggunaan tekhnologi canggih, dan banyak memberikan dampak sosial negatif
terhadap masyarakat disekitarnya.
Penyelesaian sengketa
diluar pengadilan atau menggunakan alternatif penyelesaian sengketa (ADR/APS)
diatur dalam perangkat hukum Indonesia yaitu:
pasal 30 ayat (1) UU No.23
Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup.
UU No.30 Tahun 1999
tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.
PP No.54 Tahun 2000
tentang lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup
diluar pengadilan.
Ketiga perangkat hukum
diatas merupakan dasar hukum dalam menyelesaikan sengketa lingkungan hidup di
luar pengadilan.
Penyelesaian sengketa
lingkungan melalui ADR sudah semakin meningkat penggunanya di Indonesia. Hal
ini tentu saja terkait dengan kelebihan-kelebihan yang didapat melalui penyelesaian
sengketa ADR, dari pada melalui pengadilan.
Menurut Achmad sentosa APS
yang diterapkan di Indonesia juga hampir sama seperti yang diterapkan di
Amerika dan juga dilatarbelakangi oleh kebutuhan yang sama yaitu sebagai
berikut:
Untuk mengurangi penumpukan
perkara di pengadilan (court congestion). Banyaknya kasus yang diajukan
kepengadilan menyebabkan proses pengadilan sering kali berkepanjangan serta
memakan waktu. Proses seperti ini memakan biaya yang tinggi dan sering
memberikan hasil yang kurang memuaskan.
Untuk meningkatkan
keterlibatan masyarakat dan otonomi masyarakat dalam suatu proses penyelesaian
perkara.
Untuk memperlancar serta
memperluas akses kepada keadilan (acces to justice).
Untuk memberikan
kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan
yang dapat diterima oleh dan memuaskan semua pihak (high level of acceptance).
Menelaah dengan seksama
mengenai latar belakang timbulnya penyelesaian sengketa lingkungan diluar
pengadilan seperti di Amerika sebagaimana uraian diatas, maka Indonesia perlu
pula menerapkannya dalam kasus yang bersifat perdata dan lebih
mensosialisasikannya pada masyarakat. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi
menumpuknya perkara di Mahkamah Agung Indonesia.
Setelah lahirnya UU No.23
Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) di Indonesia maka
penyelesaian sengketa lingkungan hidup memiliki “opsi” untuk menyelesaikan sengketa lingkungan. Seperti yang telah
diuraikan pada pendahuluan, sebelum berlakunya (UUPLH) , atau dalam UU No.4
Tahun 1982 (UULH) tidak diberikan suatu pilihan dalam menyelesaikan sengketa
lingkungan. Tetapi dengan berlakunya UUPLH masyarakat yang bersengketa dibidang
Lingkungan Hidup dapat memilih atau menentukan pilihan mereka dalam menempuh
penyelesaian sengketa tersebut.
Hal ini sesuai dengan hal
ini sesuai dengan yang di atur dalam pasal 30 ayat (1) UU no.23 Tahun 1997
(UUPLH), “penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat dapat ditempuh melalui
pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para
pihak yang bersengketa”.
Beberapa bentuk alternatif
penyelesaian sengketa:
1. Negoisasi (negotiation): dalam
bahasa inggris artinya “berunding” atau
“bermusyawarah” dapat diartikan suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa
melalui pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar
kerjasama yang lebih harmonis dan kreatif. Dapat diartikan sebagai proses tawar
menawar guna mencapai kesepakatan antar pihak, dan atau penyelesaian sengketa
secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang bersengketa.
2. Konsiliasi (conciliation): yaitu
seorang (konsiliator) mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk
mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan itu. Perlu di ingat bahwa
seorang konsiliator hanya memainkan peran pasif.
3. Mediasi (mediation): adalah
penyelesaian sengketa lingkungan dengan menengahi. Menurut Greenville-wood,
mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa yang menyangkut bantuan dari
pihak ketiga yang netral dalam upaya negoisasi dan penyelesaian suatu sengketa.
4. Pencari fakta (fact finding):
adalah penyelesaian sengketa lingkungan dengan cara menggunakan pihak-pihak
yang netral dan imparsial yang bertugas mengumpulkan bahan-bahan atau
keterangan-keterangan guna dianalisis dan dievaluasi dengan tujuan untuk
memperjelas masalah-masalah yang menimbulkan sengketa serta rekomendasi
penyelesaian masalah.
5. Arbitrase (arbitration): secara
etimologis, penyelesaian sengketa lingkungan dengan cara menyerahkan kepada
pihak ketiga (netral/arbitrator) yang memiliki kewenangan untuk memecahkan atau
memutuskan sengketa. Arbitrator mempunyai peran yang aktif dalam menyelesaikan
suatu sengketa lingkungan.
penyelesaian kejahatan
terhadap lingkungan diluar pengadilan banyak memiliki kelebihan ketimbang
penyelesaian hukum kejahatan terhadap lingkungan melalui pengadilan. Kelebihan
tersebut anatara lain sebagai berikut :
1. Tercapainya penyelesaian hukum yang
menghasilkan keputusan yang dapat diterima dan memuaskan semua pihak (high
level of acceptance). Penyelesaian melalui pengadilan sering memberikan hasil
yang kurang memuaskan bagi salah satu pihak yang dikalahkan.
2. Mempercepat waktu dalam hal penyelesaian
hukum. Banyaknya kasus yang diajukan ke pengadilan (court congestion)
menyebabkan proses pengadilan sering kali berkepanjangan dan memakan waktu.
3. Meringankan biaya dalam proses
penyelesaian hukum. Melalui pengadilan biasanya memakan biaya yang tinggi.
4. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan
otonomi masyarakat dalam suatu proses penyelesaian hukum. Untuk memperlancar
serta memperluas akes kepada pengadilan (acces to justice).
IX. Daftar Pustaka
Sementara
Dr.
Siswanto Sunarso, S.H., M.H. Hukum Pidana Lingkungan Hidup. Edisi pertama.
Cetakan Pertama, Agustus 2005
Hardjasoemantri
Koesnadi. 1999. Hukum Tata Lingkungan. Edisi ketujuh, Cetakan Ketujuhbelas.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Supriadi.
2006. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Perma
(Peraturan Mahkamah Agung) No.1 Tahun.2002.
Hamzah
Andi, 2005. Penegakan Hukum Lingkungan, Jakarta ; Sinar Grafika.
Internet
:
Paper
ecek-ecek, Penegakan Hukum Lingkungan
newberkeley.wordpress.com/2011/05/30/paper-hukum-lingkungan/
Alternatif
Penyelesaian Sengketa
mediasi.wordpress.com/
Perarturan
Perundang-undangan :
Undang
– Undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
UU
No.30 Th.1999 tentang arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
X. Metodologi Penelitian
1. Metode Pendekatan
Metode
yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis
normatif (legal research). Penelitian ini disebut juga penelitian doktrinal
yang memakai peraturan perundang-undagan yang berlaku, teori-teori hukum serta
pandapat para sarjana dan ahli hukum sebagai alat analisa. Metode yang demikian
dipergunakan mengingat pada permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai
hukum positif, apakah suatu hukum dapat diterapkan terhadap suatu keadaan sudah
ada.
2. Spesifikasi Penelitian
Penelitian
pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran
suatu pengetahuan. Suatu penelitian mungkin dilakukan hanya sampai taraf
deskriptif.
Penelitian
ini penulis gunakan dengan maksud agar tidak berhenti pada taraf melukiskan
saja akan tetapi dengan keyakinan-keyakinan tertentu mengambil
kesimpulan-kesimpulan umum dari bahan-bahan mengenai objek permasalahanya.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
:
a. Metode Pengumpulan Data Primer ( Data
Lapangan)
Yang
dimaksud dengan pengumpulan data primer adalah dengan mengadakan penelitian
lapangan langsung pada objeknya.
1). Observasi
Dimana dalam
penelitian ini penulis mengadakan pengamatan secara langsung terhadap sampel
yang bersangkutan untuk memperoleh data yang cukup valid.
2). Wawancara/Interview
adalah tanya jawab dengan pejabat-pejabat
ataupun dengan responden-responden lainya yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
b. Metode Pengumpulan Data Sekunder
1).Studi Kepustakaan
Cara ini
digunakan untuk memperoleh data-data sekunder, mencari teori dari
pandangan-pandangan yang bekaitan dengan pokok masalah atau untuk memperoleh
landasan teoritis yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
2).Studi
Dokumentasi
Dalam studi
dokumentasi ini penulis melakukan pencatatan data yang berhubungan dengan
berbagai peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam
penelitian.
4. Metode Penyajian Data
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan pengumpulan data belum memberikan
arti bagi tujuan penelitian. Penelitian belum dapat menarik kesimpulan bagi
tujuan penelitianya, sebab data-data yang dibutuhkan masih merupakan data
mentah sehingga diperlukan usaha untuk mengolahnya.
5.
Metode Analisa Data
Setelah data terkumpul
kemudian akan dilakukan analisa data dengan menghubungkan masalah-masalah yang
telah dilakukan penelitian agar dapat dipertanggung jawabkan, analisa akan
dilakukan secara normatif kualitatif dimana hasil yang akan dilaporkan dalam
bentuk skripsi.
XI. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
a.
Tahapan Penyusunan Proposal : 20 hari
b.
Pengumpulan Data : 25 hari
c.
Analisa Data : 25 hari
d.
Penyusunan Laporan Sementara : 20 hari
e.
Review dan Perbaikan : 15 hari
f.
Penyusunan Laporan Akhir : 25 hari
g.
Perbanyakan Laporan : 10 hari
150
hari
Pekalongan, 2 Desember 2013
NPM : 021038
|
Dosen Pembimbing I
SH.,MHum
|
Dosen Pembimbing II
SH.M.H.
|
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN
JUDUL………………………………………………………. i
HALAMAN
PENGESAHAN……………………………………………. ii
HALAMAN
MOTTO…………………………………………………. … iii
HALAMAN
PERSEMBHAN…………………………………………….. iv
KATA
PENGANTAR…………………………………………………….. v
DAFTAR
ISI………………………………………………………………. vi
BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………
A.
Alasan
Pemilihan Judul……………………………………
B.
Pembatasan
Masalah………………………………………
C.
Perumusan
Masalah……………………………………….
D.
Tujuan
Penelitian………………………………………….
E.
Kegunaan
Penelitian………………………………………
F.
Sistematika
Skripsi………………………………..............
BAB I I
: TINJAUAN
PUSTAKA……………………………………….
A. Pengertian
1. sengketa………………………………………………….
2. peradilan…………………………………………..
3. ADR……………………………
4. Landasan ADR di
dalam penyelesaian sengkete…..
B. Ketertarikan
Masyarakat terhadap ADR ………………..
BAB III :
METODE PENELITIAN……………………………………..
A. Metode
pendekatan………………………………………..
B. Spesifikasi
Penelitian………………………………………
C. Metode Pengumpulan
Data……………………………….
D. Metode Penyajian dan Analisa
Data…………………….
BAB IV :
PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA…………………..
A.
Hak Dan
kewajiban Pemilih Terhadap para pihak sengketa ……………………………………..
B.
Ketertarikan
Masyarakat Terhadap Pemilu ADR…………………………………………….............
C.
Analisa
Dari Hasil Penelitian Penyelesaian Masalah Implementasi ADR di masyarakat…………………
BAB V :
PENUTUP………………………………………………………
A.
Kesimpulan…………………………………………………
B.
Saran-Saran………………………………………………..
Daftar
Pustaka
Lampiran
Post title : Contoh Proposal Skripsi Tentang KETERTARIKAN MASYARAKAT TERHADAP SISTEM PENYELESAIAN SENGKETA LUAR PERADILAN
URL post : http://didiklaw.blogspot.com/2013/12/contoh-proposal-skripsi-tentang.html
URL post : http://didiklaw.blogspot.com/2013/12/contoh-proposal-skripsi-tentang.html
1 komentar:
Informasi yang sangat membantu. Terima kasih saudara. Salam.
Show Emoticons
Posting Komentar