Kamis, 05 Desember 2013

Contoh Proposal Skripsi Tentang PERMASALAHAN KEADILAN TERHADAP TINDAK PIDANA ANAK DI BAWAH UMUR

PERMASALAHAN KEADILAN TERHADAP TINDAK PIDANA ANAK DI BAWAH UMUR

P R O P O S A L  S K R I P S I

Diajukan  Untuk Melengkapi Tugas  –  tugas dan Syarat
Guna Menyelesaikan Tingkat Sarjana Lengkap
Dalam Ilmu Hukum di  Fakultas Hukum
Universitas 

 












OLEH :


NPM : 0212

Disetujui dan disahkan oleh :


Pembimbing I


SH. M.Hum.
 Pembimbing II


 S.H., M.H.


Mengetahui
Dekan



, SH. M.Hum.


SISTEMATIKA USULAN PENELITIAN PROPOSAL

I.       Judul
PERMASALAHAN KEADILAN TERHADAP TINDAK PIDANA ANAK DI BAWAH UMUR

II.    Pelaksanaan Penelitian
a. Nama Mahasiswa                                        : Trisiana Saputri
b. NPM                                                           : 0210389812
c. Jumlah SKS                                                 : 21
d. IP Kumulatif                                               : 3,
e. Nilai MPH                                                   :
e. Dosen Wali                                                  : ESMARA SUGENG, SH.M.Hum

      III.   Dosen Pembimbing                         :1.Dr AULIA, SH.,MHum
                                                                        :2LOSO, SH.M.Hum
      IV.  Ruang Lingkup/Bidang Kajian                  : Hukum Pidana
     
V .  Latar Belakang Masalah

            Negara Indonesia merupakan Negara hukum yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang mengatur segala kehidupan masyarakat Indonesia, Hukum disini mempunyai arti yang sangat penting dalam aspek kehidupan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam hubunganya dengan manusia yang lain.
Hukum merupakan sarana untuk mengatur masyarakat sebagai sarana kontrol sosial, maka hukum bertugas untuk menjaga agar masyarakat dapat tetap berada dalam pola-pola tingkah laku yang diterima olehnya. Didalam peranannya yang demikian ini hukum hanya mempertahankan saja apa yang telah terjadi sesuatu yang tetap dan diterima dalam masyarakat. Tetapi diluar itu hukum masih dapat menjalankan fungsinya yang lain yaitu dengan tujuan untuk mengadakan perubahan-perubahan di dalam masyarakat.
            Hukum bertugas untuk mengatur masyarakat yang dimaksudkan bahwa kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan untuk mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat, Sehingga diharapkan kepentingan-kepentingan yang satu dan yang lain tidak saling barlawanan. Untuk mencapai keadaan ini dapat dilakukan dengan membatasi dan melindungi kepentingan tersebut.
Anak adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu setiap anak seharusnya mendapatkan haknya untuk bermain, belajar dan bersosialisasi. Tetapi keadaannya akan menjadi berbalik apabila anak melakukan tindak pidana, seperti yang baru terjadi pada kasus 10 siswa Sekolah Dasar yang diadili oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena tertangkap sedang bermain judi lempar koin.[1]
Lalu ketika anak terkena kasus tindak pidana, bukan berarti polisi ataupun pejabat yang berwenang lainnya memperlakukan anak sama seperti orang dewasa yang melakukan tindak pidana.
Maka dari itu, diperlukan adanya peradilan khusus yang menangani masalah tindak pidana pada anak yang berbeda dari lingkungan peradilan umum. Dengan demikian, proses peradilan perkara pada anak yang melakukan tindak pidana dari sejak ditangkap, ditahan, diadili dan sampai diberikan pembinaan selanjutnya, wajib diberikan oleh pejabat khusus yang benar-benar memahami masalah anak dan dunianya.
Oleh karena situasi dan kondisi itulah, penulis merasa prihatin dan tergugah untuk membuat makalah ini. Karena penulis merasa adanya perbedaan antara teori dan praktek dalam melaksanakan dan menjalankan hukum tersebut, khususnya kepada anak yang melakukan tindak pidana dan masih kurangnya perlindungan yang diperoleh anak yang sedang diproses karena terlibat tindak pidana.



VI.  Pembatasan Masalah dan perumusan masalah
1. Pembatasan Masalah
Dengan mengingat keterbatasan pemikiran serta waktu yang penulis miliki, maka dalam skripsi ini penulis akan membatasi pada masalah implementasi UU korupsi terhadap para pejabat negara.
      2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah maka penulis dapat merumuskan masalah  mengenai :
a. Bagaimana terselenggaranya suatu keadilan terhadap kasus pidana anak di bawah umur ?
b. Bagaimanakah ketertarikan masyarakat terhadap penindakan kasus anak di bawah umur?


VII.   Tujuan dan Kegunaan Penelitian
       1. Tujuan Penelitian
             Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan penelitian ini antara lain yaitu dikemukakan sebagai berikut :
             a. Untuk mengetahui bagaimana terselenggaranya suatu keadilan terhadap kasus pidana anak di bawah umur.
             b. Untuk mengetahui ketertarikan masyarakat terhadap penindakan kasus anak di bawah umur.
       2. Kegunaan Penelitian
             a. Untuk menghasilkan bahan pustaka yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya serta memberikan gambaran mengenai terselenggaranya suatu keadilan terhadap kasus pidana anak di bawah umur.
             b. Pelaksanaan penelitian hendaknya dapat membantu mengetahui hambatan-hambatan atau permasalahan-permasalahan yang timbul terhadap ketertarikan masyarakat terhadap penindakan kasus anak di bawah umur.
.
             c. Untuk memenuhi syarat dalam menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Pekalongan.

VIII.   Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Anak
1. Menurut UU No.25 tahun 1997 ttg ketenagakerjaan
Pasal 1 angka 20
“ anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 tahun”
2.Menurut UU RI No.21 tahun 2007 ttg pemberantasan tindak pidana perdagangan orang
Pasal 1 angka 5
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. “
3.Menurut UU No.44 thn 2008 ttg Pornografi
Pasal 1 angka 4
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun “
4.Menurut UU No. 3 TAHUN 1997 Tentang Pengadilan Anak
Pasal 1 angka 1
“ Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin “
5.Menurut UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 1 angka 1
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

6.Menurut UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
Pasal 1 angka 2
“ Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.”
7.Konvensi Hak-hak Anak
Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan yang berlaku bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal
8.UU No.39 thn 1999 ttg HAM
Pasal 1 angka 5
“ Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan
belum menikah, terrnasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.”
10.Menurut Agama Islam :
“Anak adalah manusia yang belum mencapai akil baliq ( dewasa ), laki – laki disebut dewasa ditandai dengan mimpi basah, sedangkan perempuan ditandai dengan masturbasi, jika tanda – tanda tersebut sudah nampak berapapun usianya maka ia tidak bisa lagi dikatagorikan sebagai anak – anak yang bebas dari pembebanan kewajiban”
11.Menurut John Locke :
“ anak merupakan pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan – rangsangan yang berasal dari lingkungan”
12.Menurut Agustinus
“ anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang di sebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak – anak lebih mudah belajar dengan contoh – contoh yang diterimanya dari aturan –aturan yang bersifat memaksa”
13.Pasal 45 KUHP
“ anak yang belum dewasa apabila seseorang tersebut belum berumur 16 tahun “
14.Pasal 330 ayat (1) KUHperdata
“ Seorang belum dapat dikatakan dewasa jika orang tersebut umurnya belum genap 21 tahun, kecuali seseorang tersebut telah menikah sebelum umur 21 tahun “


2. Pengertian Pidana     
              Pidana atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok, atau teroris. Walaupun begitu kategori terakhir, teroris, agak berbeda dari kriminal karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham.
Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana atau narapidana.
Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa pandangan mengenai perbuatan apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi kejahatan dalam pengertian yuridis tidak sama dengan pengertian kejahatan dalam kriminologi yang dipandang secara sosiologis.
Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis sosiologis kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat [1]. Reaksi sosial tersebut dapat berupa reaksi formal, reaksi informal, dan reaksi non-formal.
3. Pidana di Kalangan Anak-anak
          Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan anak melakukan tindak pidana, bahkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh UNAIR pada tahun 2003 terhadap anak-anak yang melakukan tindak pidana di Jawa Timur sebagian besar karena kondisi ekonomi yang tidak mampu (74,71%), pendidikan rendah (72,76%), lingkungan pergaulan dan masyarakat yang buruk (68,87%) dan yang terakhir karena lingkungan keluarga yang tidak harmonis (66,15%). Dari hasil penelitian ini penyebab utama yang paling besar adalah karena kondisi ekonomi yang tidak mampu dengan presentase sebanyak 74,71%. Kondisi ekonomi yang tidak mampu memang bisa membuat anak berbuat jahat apabila imannya kurang dan keinginannya akan sesuatu tak terpenuhi oleh orang tuanya, tindakan yang dilakukannya bisa berbentuk pencurian benda yang di inginkannya.

Selain itu, adanya dampak negative dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang pada gilirannya sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak Hal yang sama juga diperoleh melalui adegan-adegan kekerasan secara visualisasi, khususnya melalui media elektronik (televisi). Melalui tingginya frekuensi tontonan adegan kekerasan akan melahirkan apa yang di sebut dengan “kultur kekerasan”. Hal ini akan menimbulkan penggunaan tindak kekerasan yang mengarah kepada tindak pidana sebagai solusi dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk anak. Anak juga bisa melakukan tindak pidana karena terinspirasi dari tayangan film yang bernuansa pornografi dan pornoaksi. Sehingga dalam berbagai kasus ada anak yang sampai tega memperkosa teman sepermainannya setelah menonton film porno.

4. Proses Pemidanaan Terhadap Anak di Bawah Umur      
Sebelum kita membahas tentang proses pemidanaan terhadap anak di bawah umur pada tingkat penyidikan lebih lanjut, kita akan ketahui terlebih dahulu kategori anak yang melakukan tindak pidana yang telah diatur dalam Undang-Undang No.3 tahun 1997 pasal 1 angka 2 yang berbunyi :
1. Anak yang melakukan tindak pidana.
2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Dan mengenai batasan umur anak yang melakukan tindak pidana diatur dalam pasal 4, yaitu :
1. Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang pengadilan anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
2. Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dan di ajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum pernah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun tetapi di ajukan ke sidang anak.

Menurut Undang-Undang Pengadilan Anak, anak di bawah umur yang melakukan kejahatan yang memang layak untuk diproses adalah anak yang telah berusia 8 tahun dan diproses secara khusus yang berbeda dengan penegakan hukum terhadap orang dewasa. Tetapi pada prakteknya penegakan hukum kepada anak nakal terkadang mengabaikan batas usia anak. Contohnya pada kasus Raju yang di sidang di Pengadilan Negeri Atabat Langkat, saat itu dia baru berusia 7 tahun 8 bulan.
Tegasnya, anak yang melakukan kejahatan jika dia belum berusia 8 tahun seharusnya tidak diproses secara hukum seperti anak yang telah berusia 8 tahun.
Bagi anak yang melakukan tindak pidana yang akan di ajukan ke sidang pengadilan anak harus ditangani oleh hakim yang khusus menangani perkara anak dan petugas-petugas yang khusus menangani perkara anak. Seperti yang tercantum dalam pasal 1 angka 5 sampai 8 Undang-Undang No.3 tahun1997 :

1. Penyidik adalah penyidik anak
2. Hakim adalah hakim anak
3. Hakim banding adalah hakim banding anak
4. Hakim kasasi adalah hakim kasasi anak

Dalam pelaksanaannya sidang pengadilan bagi anak adalah tertutup dan suasana pada sidang anak harus menimbulkan keyakinan pada anak dan orang tua bahwa hakim ingin membantu memecahkan masalah pada anak, sebagaimana yang di atur dalam pasal 6 dan pasal 8 Undang-Undang No.3 tahun 1997 :

Pasal 6
Hakim, penuntut umum, penyidik dan penasehat hukum serta petugas lainnya dalam sidang anak tidak memakai toga atau pakaian dinas.

Pasal 8
1. Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup
2. dalam hal tertentu dan dipandang perlu pemeriksaan perkara anak sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan dalam sidang terbuka.
3. Dalam sidang yang dilakukan secara tertutup hanya dapat dihadiri oleh anak yang bersangkutan beserta orang tua, wali, orang tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan.
4. Selain mereka yang disebutkan dalam ayat 3, orang-orang tertentu atas ijin hakim atau majelis hakim dapat menghadiri persidangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.
5. Pemberitaan mengenai perkara anak mulai sejak penyidikan sampai saat sebelum pengucapan putusan pengadilan menggunakan singkatan dari nama anak, orang tua, wali atau orang tua asuhnya.

Dalam hal jenis pidana dan berat ringannya pidana pada anak yang melakukan tindak pidana dapat dilihat pada pasal 22 sampai pasal 32 Undang-Undang No.3 tahun 1997 :

Pasal 22
Terhadap anak nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Pasal 23 ayat 3 menetapkan :
Selain pidana pokok sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 2 terhadap anak nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu atau pembayaran ganti rugi.

Lalu pasal 24 ayat 1 menetapkan :
Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal adalah :

1. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya.
2. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.
3. Menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.

Pasal 26 ayat 1 menetapkan :
Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

Pasal 26 ayat 2 menetapkan :
Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka2 huruf a, melakukan tindak pidana yang di ancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.
B.2 Proses pemidanaan pada tingkat penyidikan
Sebelum kita ketahui lebih jauh mengenai proses pemidanaan terhadap anak di bawah umur pada tingkat penyidikan, kita akan bahas terlebih dahulu mengenai pengertian penyidikan itu sendiri.
Menurut pasal 1 butir 2 KUHAP, yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya.
Dalam KUHAP sendiri dikenal ada dua macam pejabat penyidik, yaitu pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia (penyidik POLRI) dan pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS). Untuk perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak pada umumnya adalah ketentuan yang dilanggar dari peraturan pidana yang ada di KUHP, maka penyelidikannya dilakukan oleh penyidik umum yaitu penyidik POLRI. Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya pembantu Letnan dua (PELDA) Polisi (sekarang Ajun Inspektur dua Polisi). [2] Meskipun penyidiknya adalah penyidik dari POLRI tapi bukan berarti penyidik POLRI bisa melakukan penyidikan terhadap kasus anak nakal. Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dikenal dengan adanya penyidik anak, penyidik inilah yang berwenang melakukan penyidikan. Mengenai penyidikan diatur dalam pasal 41 Undang-Undang No.3 tahun 1997, yang antara lain :

Pasal 41 telah menetapkan bahwa :
1. Penyidik terhadap anak nakal, dilakukan oleh penyidik yang diterapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
2. Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
• Berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan orang dewasa.
• Mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak.
3. Dalam hal tertentu dan dipandang perlu tugas penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibebankan kepada :
• Penyidik yang melakukan tugas penyidikan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa; atau
• Penyidik lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan Undang-Undang.

Lalu bagaimana proses dari pemidanaan itu sendiri pada tingkat penyidikan?. Proses dari pemidanaan terhadap anak di bawah umur pada tingkat penyidikan telah diatur dalam pasal 42 Undang-Undang No.3 tahun 1997. Pasal 42 menetapkan :
1. Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan
2. Dalam melakukan penyidikan terhadap anak nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya.
3. Proses penyidikan terhadap perkara anak nakal wajib dirahasiakan.

Setelah melakukan penyidikan dapat dilanjutkan dengan penahanan dan penangkapan terhadap anak nakal, sebagaimana tercantum dalam pasal 43, 44 dan pasal 45 Undang-Undang No.3 tahun 1997. Menurut pasal 1 butir 2 KUHP penangkapan adalah suatu tindakan dari penyidik, berupa pengekangan sementara waktu kebebasan terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan, sedangkan penahanan adalah penempatan terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya. Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1997 tidak dicantumkan mengenai tindakan penangkapan anak, oleh karena itu dalam hal ini yang digunakan adalah KUHAP sebagai peraturan umumnya.
Untuk melakukan penangkapan seorang anak, maka penyidik anak wajib memperhatikan surat tugas dan surat perintah penangkapan kepada yang ditangkap. Surat perintah penangkapan itu berisi tentang identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan dan tempat tersangka diperiksa. Apabila seorang anak nakal tertangkap tangan, maka penangkapannya tidak dilakukan dengan surat perintah dan yang melakukan penangkapan tidak harus dilakukan oleh penyidik anak. Pasal 18 ayat (2) KUHAP memerintahkan kepada penyidik bahwa penangkapan harus segera menyerahkan tersangka beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat. Lamanya penangkapan anak nakal sama dengan orang dewasa yaitu paling lama satu hari (pasal 19 ayat 1 KUHAP). [3]

Pasal 43 menetapkan :
1. Penangkapan anak nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan KUHAP.
2. Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan guna kepentingan pemeriksaan untuk paling lama 1 (satu) hari.

Setelah tindakan penangkapan, dapat dilakukan tindakan penahanan, penahanan ialah penempatan tersangka atau terdakwa ke tempat tertentu oleh penyidik anak atau penuntut umum anak atau hakim anak dengan penetapan, Undang-Undang No.3 tahun 1997 dan KUHAP menentukan bahwa tersangka atau terdakwa dapat ditahan. Menurut pasal 21 ayat 1 KUHAP, alasan penahanan adalah karena adanya kekhawatiran melarikan diri, agar tidak merusak atau menghilangkan barang bukti dan agar tidak mengulangi tindak pidana. Sedangkan menurut Hukum Acara Pidana, menghilangkan kemerdekaan seseorang tidak merupakan keharusan tetapi untuk mencari kebenaran bahwa seseorang melanggar hukum, kemerdekaan seseorang itu dibatasi dengan melakukan penangkapan dan penahanan.

Pasal 44 menetapkan :
1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) dan ayat (3) huruf a berwenang melakukan penahanan terhadap anak yang di duga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
2. Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku untuk paling lama 20 (dua puluh) hari.
3. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna kepentigan pemeriksaan yang belum selesai, atas permintaan penyidik dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama 10 (sepuluh) hari.
4. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sudah harus menyerahkan berkas perkara yang bersangkutan kepada penuntut umum.
5. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilampaui dan berkas perkara belum diserahkan, maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
6. Penahanan terhadap anak dilaksanakan di tempat khusus untuk anak di lingkungan Rumah Tahanan Negara, cabang Rumah Tahanan Negara atau di tempat tertentu.

Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang No.3 tahun 1997 menentukan bahwa untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang melakukan penahanan anak yang di duga keras melakukan tindak pidana (kenakalan) berdasarkan pada bukti permulaan yang cukup kuat. Penahanan dilakukan apabila anak melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun ke atas atau tindak pidana tertentu yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Jangka waktu penahanan untuk kepentingan penyidikan paling lama adalah 20 (dua puluh) hari, untuk kepentingan pemeriksaan yang belum selesai dapat diperpanjang paling lama 10 (sepuluh) hari. Dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, penyidik harus sudah menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Dalam hal ini apabila anak ditangkap atau ditahan secara tidak sah (tidak memenuhih syarat yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang), maka anak atau keluarganya atau penasehat hukumnya dapat meminta pemeriksaan oleh hakim tentang sahnya penangkapan atau penahanan dalam sidang pra-peradilan.

Pasal 45 menetapkan bahwa :
1. Penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat.
2. Alasan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus di nyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan.
3. Tempat penahanan anak harus di pisahkan dari tempat penahanan orang dewasa.
Selama anak di tahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus tetap di penuhi.

Sesuai dengan pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No.3 tahun 1997 dalam tindakan penahanan, penyidik seharusnya melibatkan pihak yang berkompeten seperti Psikolog, Pembimbing kemasyarakatan, atau ahli lain yang diperlukan sehingga penyidik anak tidak salah dalam mengambil keputusan.
Pada pasal 45 ayat (2) Undang-Undang No. 3 tahun 1997, pelanggaran dan kelalaian atas pasal tersebut tidak diatur secara tegas akibat hukumnya, sehingga dapat merugikan anak. Sanksi yang dapat diberikan kepada penyidik anak telah diatur tetapi akibat hukum dari tindakan penahanan tersebut tidak jelas. Perkembangan hukum di bidang pengadilan anak semakin menunjukkan adanya kelemahan KUHAP, terutama yang menyangkut masalah pra-peradilan.
Lalu pada pasal 45 ayat (3) Undang-Undang No. 3 tahun 1997, penahanan anak seharusnya di tempatkan secara terpisah dari narapidana anak yang lain dan tidak boleh di gabung dengan tahanan orang dewasa, hal ini untuk mencegah akibat negative dari pengaruh narapidana anak dan orang dewasa apabila si anak belum terbukti melakukan kesalahan atau tindak pidana.

5. Penegakan Kasus Tindak Pidana Korupsi
Permasalahan penegakan hukum akhir-akhir ini menjadi perhatian masyarakat luas yang mulai menunjukkan sikap prihatin karena penegakan hukum yang terjadi selama ini belum memberikan arah penegakan hukum yang benar sesuai dengan harapan masyarakat dalam penyelenggaraan Negara hukum Indonesia.

Masyarakat telah sepakata meletakkan dasar reformasi pada tiga pilar, yaitu pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang ketiganya bertumpu kepada hukum dan penegakan hukum. Reformasi di bidang hukum dimulai dengan melakukan perubahan atau amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD RI 1945) dan dilanjutkan dengan serangkaian perubahan undang-undang yang berkaitan dengan penyelenggaraan demokrasi dan undang-undang yang esensinya melanjutkan sikap yang anti KKN dalam lapangan hukum administrasi dan hukum pidana.

Dalam perjalannya selama kurang lebih 13 tahun, reformasi di bidang hukum dan penegakan hukum menunjukkan indikasi yang tidak menggembirakan yang ditandai dengan kecemasan masyarakat terhadap praktek penegakan hukum, terutama ditujukan kepada tindak pidana korupsi dan tindak pidana dalam penyelenggaraan Negara.Pada dua sektor yang terakhir ini (tindak pidana korupsi dan tindak pidana dalam penyelenggaraan Negara) dalam perkembangannya menunjukkan gelagat yang tidak menggembirakan dan masyarakat mulai curiga dan meulai tidak percaya karena ada dugaan terjadinya permainan politik dalam praktek penegakan hukum. Permainan politik ini tidak dama dengan intervensi politik terhadap aparat penegak hukum, tetapi lebih jauh lagi terjadi konspirasi antara pemegang kendali politik/kekuasaan, pembentuk hukum dan dengan aparat penegak hukum dan hakim.
Problem hukum dan penegakan hukum tersebut tercermin dari adanya indikasi rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap praktek penegakan hukum mulai merembet naik dan adanya gejala masyarakat cenderung menyelesaikan sendiri di luar pengadilan meskipun perbuatan tersebut melanggar hukum (melakukan penghakiman sendiri) dan sekarang mulai ada gerakan untuk menuntut secara resmi dan pengesahan mengenai penyelesaian perkara di luar pengadilan untuk perkara pidana serta dibentuknya berbagai komisi independen yang diberi wewenang di bidang penegakan hukum sebagai bentuk lain dari ketidak percayaan masyarakat terhadap hukum dan penegakan hukum yang terjadi selama ini






IX. Daftar Pustaka Sementara

Anka Sugandar Ferry SH. MH., Bahan ajar Hukum Acara Pidana, Universitas Pamulang, Tangerang, 2009.
• Lonthor Ahmad, Penegakan hukum terhadap kejahatan anak dalam perspektif Islam, www.mytahkim.worpress.com, unknown year.
• Made Sadhi Astuti, Pemidanaan terhadap anak di bawah umur 16 tahun sebagai pelaku tindak pidana oleh Hakim Pengadilan Negeri wilayah propinsi Jawa Timur, www.adln.lib.unair.ac.id, 2003.
• Panji Firmansyah Niki, Tinjauan Yuridis terhadap penerapan sanksi Pidana bagi anak di bawah umur menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 di hubungkan dengan putusan Pengadilan Negeri Bandung vide Putusan Nomor 44/PID/B/2005/PN.BDG, www.one.indoskripsi.com, 2008.
• TvOne, www.tvone.co.id, 2009.
• WangMuba, Kenakalan Remaja dan faktor yang mempengaruhinya, www.wangmuba.com, 2009.
• Wijiatmoko SH., Proses pemidanaan terhadap anak di bawah umur menurut Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Analisis Yuridis Putusan No. 1446/PID.B/2008/PN.JAKSEL), Universitas Pamulang, Tangerang, 2009.
X.  Metodologi Penelitian
       1. Metode Pendekatan
              Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif (legal research). Penelitian ini disebut juga penelitian doktrinal yang memakai peraturan perundang-undagan yang berlaku, teori-teori hukum serta pandapat para sarjana dan ahli hukum sebagai alat analisa. Metode yang demikian dipergunakan mengingat pada permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai hukum positif, apakah suatu hukum dapat diterapkan terhadap suatu keadaan sudah ada.
       2. Spesifikasi Penelitian
            Penelitian pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Suatu penelitian mungkin dilakukan hanya sampai taraf deskriptif.
       Penelitian ini penulis gunakan dengan maksud agar tidak berhenti pada taraf melukiskan saja akan tetapi dengan keyakinan-keyakinan tertentu mengambil kesimpulan-kesimpulan umum dari bahan-bahan mengenai objek permasalahanya.              
       3. Metode Pengumpulan Data
           Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
    a. Metode Pengumpulan Data Primer ( Data Lapangan)
Yang dimaksud dengan pengumpulan data primer adalah dengan mengadakan penelitian lapangan langsung pada objeknya.
            1). Observasi
     Dimana dalam penelitian ini penulis mengadakan pengamatan secara langsung terhadap sampel yang bersangkutan untuk memperoleh data yang cukup valid.
             2). Wawancara/Interview
                  adalah tanya jawab dengan pejabat-pejabat ataupun dengan responden-responden lainya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
    b. Metode Pengumpulan Data Sekunder
        1).Studi Kepustakaan
      Cara ini digunakan untuk memperoleh data-data sekunder, mencari teori dari pandangan-pandangan yang bekaitan dengan pokok masalah atau untuk memperoleh landasan teoritis yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
  2).Studi Dokumentasi
       Dalam studi dokumentasi ini penulis melakukan pencatatan data yang berhubungan dengan berbagai peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam penelitian.                   
           4. Metode Penyajian Data
                       Data yang dikumpulkan melalui kegiatan pengumpulan data belum memberikan arti bagi tujuan penelitian. Penelitian belum dapat menarik kesimpulan bagi tujuan penelitianya, sebab data-data yang dibutuhkan masih merupakan data mentah sehingga diperlukan usaha untuk mengolahnya.
          5. Metode Analisa Data
                        Setelah data terkumpul kemudian akan dilakukan analisa data dengan menghubungkan masalah-masalah yang telah dilakukan penelitian agar dapat dipertanggung jawabkan, analisa akan dilakukan secara normatif kualitatif dimana hasil yang akan dilaporkan dalam bentuk skripsi.


XI.  Jadwal Pelaksanaan Penelitian
       a.  Tahapan Penyusunan Proposal                                    :           20 hari
       b.  Pengumpulan Data                                                      :           25 hari
       c.  Analisa Data                                                                :           25 hari
       d.  Penyusunan Laporan Sementara                                 :           20 hari
       e.  Review dan Perbaikan                                                            :           15 hari
       f.   Penyusunan Laporan Akhir                                        :           25 hari
       g.  Perbanyakan Laporan                                                 :           10 hari
150 hari                                                                                                   
                                                                            
 
Pekalongan,   2 Desember 2013






NPM : 021




Dosen  Pembimbing I



a , SH.,MHum
Dosen   Pembimbing II



 SH.M.H.

DAFTAR ISI

HALAMAN
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….    i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….    ii
HALAMAN MOTTO…………………………………………………. …   iii
HALAMAN PERSEMBHAN……………………………………………..  iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………..   v
DAFTAR ISI……………………………………………………………….  vi
BAB I        :    PENDAHULUAN………………………………………………    
A.    Alasan Pemilihan Judul……………………………………    
B.     Pembatasan Masalah………………………………………    
C.     Perumusan Masalah……………………………………….     
D.    Tujuan Penelitian………………………………………….      
E.     Kegunaan Penelitian………………………………………      
F.      Sistematika Skripsi………………………………..............      
BAB I I                  :    TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….    
                        A. Pengertian
                             1. Anak………………………………………………….    
                             2. pidana…………………………………………..
                             3. alasan melakukan pidana……………………………
                             4. Penegakan Hukum pidana Anak ………………….. 
                        B. Implementasi Penegakan Pidana Anak BAwah Umur…………..
BAB III     :    METODE PENELITIAN……………………………………..
                         A. Metode pendekatan………………………………………..
                         B. Spesifikasi Penelitian………………………………………
                         C. Metode Pengumpulan Data……………………………….
                         D. Metode Penyajian dan Analisa Data…………………….

BAB IV      :    PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA…………………..
A.    Hak Dan kewajiban Para Terpidana…………………..
B.     Ketertarikan Masyarakat Terhadap Kasus Pidana Anak…………………………………………….............
C.     Analisa Dari Hasil Penelitian Penyelesaian Masalah Implementasi Penegakan Pidana Anak di Bawah Umur…………………

BAB V       :    PENUTUP………………………………………………………
A.    Kesimpulan…………………………………………………
B.     Saran-Saran………………………………………………..

Daftar Pustaka
Lampiran                                                                                                                                                                                                                                            











Post title : Contoh Proposal Skripsi Tentang PERMASALAHAN KEADILAN TERHADAP TINDAK PIDANA ANAK DI BAWAH UMUR
URL post : http://didiklaw.blogspot.com/2013/12/contoh-proposal-skripsi-tentang_5.html

0 komentar:

Show Emoticons

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :q: :s:

Posting Komentar