Kamis, 05 Desember 2013

Contoh Proposal Skripsi Tentang UU TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP PARA PEJABAT NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Meat Ball Shop-
IMPLEMENTASI UU TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP PARA PEJABAT NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

P R O P O S A L  S K R I P S I

Diajukan  Untuk Melengkapi Tugas  –  tugas dan Syarat
Guna Menyelesaikan Tingkat Sarjana Lengkap
Dalam Ilmu Hukum di  Fakultas Hukum
Universitas 
 












OLEH :


NPM : 021012

Disetujui dan disahkan oleh :


Pembimbing I


SH. M.Hum.
 Pembimbing II


, S.H., M.H.


Mengetahui
Dekan



, SH. M.Hum.

SISTEMATIKA USULAN PENELITIAN PROPOSAL

I.       Judul
IMPLEMENTASI UU TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP PARA PEJABAT NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA


II.    Pelaksanaan Penelitian
a. Nama Mahasiswa                                        : Hukmi Adila
b. NPM                                                           : 0210385212
c. Jumlah SKS                                                 : 21
d. IP Kumulatif                                               : 3,
e. Nilai MPH                                                   :
e. Dosen Wali                                                  : SH.M.Hum

      III.   Dosen Pembimbing                         :1.H.,MHum
                                                                        :2, SH.M.Hum
      IV.  Ruang Lingkup/Bidang Kajian                  : Hukum Pidana
      V .  Latar Belakang Masalah

            Negara Indonesia merupakan Negara hukum yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang mengatur segala kehidupan masyarakat Indonesia, Hukum disini mempunyai arti yang sangat penting dalam aspek kehidupan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam hubunganya dengan manusia yang lain.
Hukum merupakan sarana untuk mengatur masyarakat sebagai sarana kontrol sosial, maka hukum bertugas untuk menjaga agar masyarakat dapat tetap berada dalam pola-pola tingkah laku yang diterima olehnya. Didalam peranannya yang demikian ini hukum hanya mempertahankan saja apa yang telah terjadi sesuatu yang tetap dan diterima dalam masyarakat. Tetapi diluar itu hukum masih dapat menjalankan fungsinya yang lain yaitu dengan tujuan untuk mengadakan perubahan-perubahan di dalam masyarakat.
            Hukum bertugas untuk mengatur masyarakat yang dimaksudkan bahwa kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan untuk mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat, Sehingga diharapkan kepentingan-kepentingan yang satu dan yang lain tidak saling barlawanan. Untuk mencapai keadaan ini dapat dilakukan dengan membatasi dan melindungi kepentingan tersebut.
Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum institusi Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia serius melawan dan memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Tebang pilih. Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum terhadap gerak pemerintah dalam menangani kasus korupsi akhir-akhir ini.
Gaung pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk dibubuhkan dalam teks pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia. Pembahasan mengenai strategi pemberantasan korupsi dilakakukan dibanyak ruang seminar, booming anti korupsi, begitulah tepatnya. Meanstream perlawanan terhadap korupsi juga dijewantahkan melalui pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Anti Korupsi (KPK).
Celah kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk menghindar dari tuntutan hukum. Kasus Korupsi mantan Presiden Soeharto, contoh kasus yang paling anyar yang tak kunjung memperoleh titik penyelesaian. Perspektif politik selalu mendominasi kasus-kasus hukum di negeri sahabat Republik BBM ini. Padahal penyelesaiaan kasus-kasus korupsi besar seperti kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus korupsi besar lainnya akan mampu menstimulus program pembangunan ekonomi di Indonesia.
Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini. Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi meanstream yang sedang terjadi.
Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “enactment policy”, merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana peraturan perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan. Lihat saja Undang-undang bidang ekonomi hasil analisis Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Pasar Modal, Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen Perusahaan, UU Kepailitan, UU Perbankan, UU Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU Lalu Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia Dagang, UU Desain Industri dan banyak UU bidang ekonomi lainnya. Hampir semua peraturan perundang-undangan tersebut memiliki dimensi kebijakan politik hukum “ kebijakan pemberlakuan”, dan memberikan ruang terhadap terjadinya praktek korupsi.


VI.  Pembatasan Masalah dan perumusan masalah
1. Pembatasan Masalah
Dengan mengingat keterbatasan pemikiran serta waktu yang penulis miliki, maka dalam skripsi ini penulis akan membatasi pada masalah implementasi UU korupsi terhadap para pejabat negara.
      2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah maka penulis dapat merumuskan masalah  mengenai :
a. Bagaimana terselenggaranya suatu keadilan terhadap kasus korupsi di indonesia ?
b. Bagaimanakah ketertarikan masyarakat terhadap penindakan kasus korupsi terhadap para pejabat ?


VII.   Tujuan dan Kegunaan Penelitian
       1. Tujuan Penelitian
             Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan penelitian ini antara lain yaitu dikemukakan sebagai berikut :
             a. Untuk mengetahui bagaimana terselenggaranya suatu keadilan terhadap kasus korupsi.
             b. Untuk mengetahui ketertarikan masayarakat terhadap penindakan kasus korupsi yang dilakukan pejabat negara.
       2. Kegunaan Penelitian
             a. Untuk menghasilkan bahan pustaka yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya serta memberikan gambaran mengenai terselenggaranya suatu keadilan terhadap kasus korupsi
             b. Pelaksanaan penelitian hendaknya dapat membantu mengetahui hambatan-hambatan atau permasalahan-permasalahan yang timbul terhadap ketertarikan masayarakat terhadap penindakan kasus korupsi yang dilakukan pejabat negara.
.
             c. Untuk memenuhi syarat dalam menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Pekalongan.

VIII.   Tinjauan Pustaka
1. Pengertian korupsi
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan situasi sosial-ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black yang menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the right of others.” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.
2. Pengertian Pejabat     
              Pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara yang ditentukan oleh Undang-undang.
Pejabat Negara terdiri dari atas :
a.    Presiden dan Wakil Presiden.
b.    Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
c.    Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan.
d.   Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan.
e.    Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung.
f.     Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
g.    Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri.
h.    Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh.
i.      Gubernur dan Wakil Gubernur.
j.      Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota.
k.    Pejabat Negara laninya yang ditentukan oleh Undang- undang
Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri.
Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya.
Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara setelah selesai menjalankan
tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan organiknya.
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pejabat Negara adalah berdasarkan PMK nomor 262/PMK.03/2010
3. Korupsi di Kalangan Pejabat Negara
          Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok setelah reformasi digulirkan. Desentralisasi di Indonesia oleh banyak pengamat ekonomi merupakan kasus pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia, sehingga pelaksanaan desentralisasi di Indonesia menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonom dan pengamat politik di dunia. Kompleksitas permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya sebagian kasus-kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislatif daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa praktek korupsi telah mengakar dalam kehidupan sosial-politik-ekonomi di Indonesia. Pemerintah daerah menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun, juga sering membuat makin parahnya high cost economy di Indonesia, karena munculnya pungutan-pungutan yang lahir melalui Perda (peraturan daerah) yang dibuat dalam rangka meningkatkan PAD (pendapatan daerah) yang membuka ruang-ruang korupsi baru di daerah. Mereka tidak sadar, karena praktek itulah, investor menahan diri untuk masuk ke daerahnya dan memilih daerah yang memiliki potensi biaya rendah dengan sedikit praktek korup. Akibat itu semua, kemiskinan meningkat karena lapangan pekerjaan menyempit dan pembangunan ekonomi di daerah terhambat. Boro-boro memacu PAD. Terdapat beberapa bobot yang menentukan daya saing investasi daerah. Pertama, faktor kelembagaan. Kedua, faktor infrastruktur. Ketiga, faktor sosial – politik. Keempat, faktor ekonomi daerah. Kelima, faktor ketenagakerjaan. Hasil penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menjelaskan pada tahun 2002 faktor kelembagaan, dalam hal ini pemerintah daerah sebagi faktor penghambat terbesar bagi investasi hal ini berarti birokrasi menjadi faktor penghambat utama bagi investasi yang menyebabkan munculnya high cost economy yang berarti praktek korupsi melalui pungutan-pungutan liar dan dana pelicin marak pada awal pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah tersebut. Dan jelas ini menghambat tumbuhnya kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan di daerah karena korupsi di birokrasi daerah. Namun, pada tahun 2005 faktor penghambat utama tersebut berubah. Kondisi sosial-politik dominan menjadi hambatan bagi tumbuhnya investasi di daerah.
Pada tahun 2005 banyak daerah melakukan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung yang menyebabkan instabilisasi politik di daerah yang membuat enggan para investor untuk menanamkan modalnya di daerah. Dalam situasi politik seperti ini, investor lokal memilih menanamkan modalnya pada ekspektasi politik dengan membantu pendanaan kampanye calon-calon kepala daerah tertentu, dengan harapan akan memperoleh kemenangan dan memperoleh proyek pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan menstimulus pembangunan ekonomi, justru hanya akan memperbesar pengeluaran pemerintah (government expenditure) karena para investor hanya mengerjakan proyek-proyek pemerintah tanpa menciptakan output baru diluar pengeluaran pemerintah (biaya aparatur negara). Bahkan akan berdampak pada investasi diluar pengeluaran pemerintah, karena untuk meningkatkan PAD-nya mau tidak mau pemerintah daerah harus menggenjot pendapatan dari pajak dan retrebusi melalui berbagai Perda (peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik tolak pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang menjadi penyebab munculnya high cost economy yang melahirkan korupsi tersebut karena didukung oleh birokrasi yang njelimet.
Seharusnya titik tolak pemerintah daerah adalah pembangunan ekonomi daerah dengan menarik investasi sebesar-besarnya dengan merampingkan birokrasi dan memperpendek jalur serta jangka waktu pengurusan dokumen usaha, serta membersihkan birokrasi dari praktek korupsi. Peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah), pengurangan jumlah pengangguran dan kemiskinan pasti mengikuti.

4. Penanganan terhadap Kasus Korupsi      
Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghambat pengembangan sistem pemerintahan demokratis. Korupsi memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok, yang mengesampingkan kepentingan publik. Dengan begitu korupsi menutup rapat-rapat kesempatan rakyat lemah untuk menikmati pembangunan ekonomi, dan kualitas hidup yang lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata pemerintahan – melalui konstruksi integritas nasional. Tata pemerintahan modern mengedepankan sistem tanggung gugat, dalam tatanan seperti ini harus muncul pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang yang juga harus mendukung terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari korupsi. Demikian pula dengan pengadilan. Pengadilan yang merupakan bagian dari tata pemerintahan, yudikatif, tidak lagi menjadi hamba penguasa. Namun, memiliki ruang kebebasan menegakkan kedaulatan hukum dan peraturan. Dengan demikian akan terbentuk lingkaran kebaikan yang memungkin seluruh pihak untuk melakukan pengawasan, dan pihak lain diawasi. Namun, konsep ini penulis akui sangat mudah dituliskan atau dikatakan daripada dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangun pilar-pilar bangunan integritas nasional yang melakukan tugas-tugasnya secara efektif, dan berhasil menjadikan tindakan korupsi sebagai perilaku yang beresiko sangat tinggi dengan hasil yang sedikit.
Konstruksi integritas nasional, ibarat Masjidil Aqsha yang suci yang ditopang oleh pilar-pilar peradilan, parlemen, kantor auditor-negara dan swasta, ombudsman, media yang bebas dan masyarakat sipil yang anti korupsi. Diatas bangunan nan suci itu ada pembangunan ekonomi demi mutu kehidupan yang lebih baik, tatanan hukum yang ideal, kesadaran publik dan nilai-nilai moral yang kokoh memayungi integritas nasional dari rongrongan korupsi yang menghambat pembangunan yang paripurna. Kedua, hal yang paling sulit dan fundamental dari semua perlawanan terhadap korupsi adalah bagaimana membangun kemauan politik (political will). Kemauan politik yang dimaksud bukan hanya sekedar kemauan para politisi dan orang-orang yang berkecimpung dalam ranah politik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan politik yang termanifestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung oleh kecerdasan sosial masyarakat sipil atau warga Negara dari berbagai elemen dan strata sosial. Sehingga jabatan politik tidak lagi digunakan secara mudah untuk memperkaya diri, namun sebagai tangggung jawab untuk mengelola dan bertanggung jawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Biasanya resiko politik merupakan hambatan utama dalam melawan gerusan korupsi terhadap pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, mengapa kesadaran masyarakat sipil penting?.
Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, para politisi dan pejabat Negara tergantung dengan suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan sosial-politik dari masyarakat sipil-lah yang memaksa para politisi dan pejabat Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi. Masyarakat sipil yang cerdas secara sosial-politik akan memilih pimpinan (politisi) dan pejabat Negara yang memiliki integritas diri yang mampu menahan diri dari korupsi dan merancang kebijakan kearah pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat sipil yang cerdas secara sosial-politik pula pilar-pilar peradilan dan media massa dapat diawasi sehingga membentuk integritas nasional yang alergi korupsi. Ketika Konstruksi Integritas Nasional berdiri kokoh dengan payung kecerdasan sosial-politik masyarakat sipil, maka pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan efektif. Masyarakat sipil akan mendorong pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang memadai.masyarakat sipil pula yang memberi ruang dan menciptakan ruang pembangunan ekonomi yang potensial. Masyarakat melalui para investor akan memutuskan melakukan investasi yang sebesar-besarnya karena hambatan ketidakpastian telah hilang oleh bangunan integritas nasional yang kokoh. Jumlah output barang dan jasa terus meningkat karena kondusifnya iklim investasi di Indonesia, karena kerikil-kerikil kelembagaan birokrasi yang njelimet dan korup telah diminimalisir, kondisi politik stabil dan terkendali oleh tingginya tingkat kecerdasan sosial-politik masyarakat sipil.
Para investor mampu membuat prediksi ekonomi dengan ekspektasi keuntungan tinggi. Sehingga dengan begitu pembangunan ekonomi akan memberikan dampak langsung pada pengurangan jumlah pengangguran dan masyarakat miskin, peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) masing-masing daerah, peningkatan GDP dan pemerintah akan mampu membangun sisten jaminan sosial warganya melalui peningkatan kualitas pendidikan dan layanan kesehatan yang memberikan dampak langsung pada peningkatan kecerdasan masyarakat sipil.
Merangkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksanakan rangkaian kata dalam bentuk gerakan terkadang teramat sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi nan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama menjadi wabah yang tidak pernah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah tersebut tidak pernah tepat sasaran ibarat “ yang sakit kepala, kok yang diobati tangan “. Pemberantasan korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik simpati. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat keputusan politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia. Tidak mudah memang.

5. Penegakan Kasus Tindak Pidana Korupsi
Permasalahan penegakan hukum akhir-akhir ini menjadi perhatian masyarakat luas yang mulai menunjukkan sikap prihatin karena penegakan hukum yang terjadi selama ini belum memberikan arah penegakan hukum yang benar sesuai dengan harapan masyarakat dalam penyelenggaraan Negara hukum Indonesia.

Masyarakat telah sepakata meletakkan dasar reformasi pada tiga pilar, yaitu pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang ketiganya bertumpu kepada hukum dan penegakan hukum. Reformasi di bidang hukum dimulai dengan melakukan perubahan atau amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD RI 1945) dan dilanjutkan dengan serangkaian perubahan undang-undang yang berkaitan dengan penyelenggaraan demokrasi dan undang-undang yang esensinya melanjutkan sikap yang anti KKN dalam lapangan hukum administrasi dan hukum pidana.

Dalam perjalannya selama kurang lebih 13 tahun, reformasi di bidang hukum dan penegakan hukum menunjukkan indikasi yang tidak menggembirakan yang ditandai dengan kecemasan masyarakat terhadap praktek penegakan hukum, terutama ditujukan kepada tindak pidana korupsi dan tindak pidana dalam penyelenggaraan Negara.

Pada dua sektor yang terakhir ini (tindak pidana korupsi dan tindak pidana dalam penyelenggaraan Negara) dalam perkembangannya menunjukkan gelagat yang tidak menggembirakan dan masyarakat mulai curiga dan meulai tidak percaya karena ada dugaan terjadinya permainan politik dalam praktek penegakan hukum. Permainan politik ini tidak dama dengan intervensi politik terhadap aparat penegak hukum, tetapi lebih jauh lagi terjadi konspirasi antara pemegang kendali politik/kekuasaan, pembentuk hukum dan dengan aparat penegak hukum dan hakim.
Problem hukum dan penegakan hukum tersebut tercermin dari adanya indikasi rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap praktek penegakan hukum mulai merembet naik dan adanya gejala masyarakat cenderung menyelesaikan sendiri di luar pengadilan meskipun perbuatan tersebut melanggar hukum (melakukan penghakiman sendiri) dan sekarang mulai ada gerakan untuk menuntut secara resmi dan pengesahan mengenai penyelesaian perkara di luar pengadilan untuk perkara pidana serta dibentuknya berbagai komisi independen yang diberi wewenang di bidang penegakan hukum sebagai bentuk lain dari ketidak percayaan masyarakat terhadap hukum dan penegakan hukum yang terjadi selama ini
IX. Daftar Pustaka Sementara

Bahan Bacaan Akhiar Salmi, Paper 2006, “Memahami UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, MPKP, FE,UI.
Harian Kompas, 13 juni 2006,
Gramedia Hikmahanto Juwana, Paper 2006, “ Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia”, MPKP, FE.UI.
Mubaryanto, Artikel, “ Keberpihakan dan Keadilan”, Jurnal Ekonomi Rakyat, UGM, 2004 Jeremy Pope,” Confronting Corruption: The Element of National Integrity System”, Transparency International, 2000.
Robert A Simanjutak,” Implementasi Desentralisasi Fiskal:Problema, Prospek, dan Kebijakan”, LPEM UI, 2003
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.



X.  Metodologi Penelitian
       1. Metode Pendekatan
              Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif (legal research). Penelitian ini disebut juga penelitian doktrinal yang memakai peraturan perundang-undagan yang berlaku, teori-teori hukum serta pandapat para sarjana dan ahli hukum sebagai alat analisa. Metode yang demikian dipergunakan mengingat pada permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai hukum positif, apakah suatu hukum dapat diterapkan terhadap suatu keadaan sudah ada.
       2. Spesifikasi Penelitian
            Penelitian pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Suatu penelitian mungkin dilakukan hanya sampai taraf deskriptif.
       Penelitian ini penulis gunakan dengan maksud agar tidak berhenti pada taraf melukiskan saja akan tetapi dengan keyakinan-keyakinan tertentu mengambil kesimpulan-kesimpulan umum dari bahan-bahan mengenai objek permasalahanya.             
       3. Metode Pengumpulan Data
           Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
    a. Metode Pengumpulan Data Primer ( Data Lapangan)
Yang dimaksud dengan pengumpulan data primer adalah dengan mengadakan penelitian lapangan langsung pada objeknya.
            1). Observasi
     Dimana dalam penelitian ini penulis mengadakan pengamatan secara langsung terhadap sampel yang bersangkutan untuk memperoleh data yang cukup valid.
             2). Wawancara/Interview
                  adalah tanya jawab dengan pejabat-pejabat ataupun dengan responden-responden lainya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
    b. Metode Pengumpulan Data Sekunder
        1).Studi Kepustakaan
      Cara ini digunakan untuk memperoleh data-data sekunder, mencari teori dari pandangan-pandangan yang bekaitan dengan pokok masalah atau untuk memperoleh landasan teoritis yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
  2).Studi Dokumentasi
       Dalam studi dokumentasi ini penulis melakukan pencatatan data yang berhubungan dengan berbagai peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam penelitian.                   
           4. Metode Penyajian Data
                       Data yang dikumpulkan melalui kegiatan pengumpulan data belum memberikan arti bagi tujuan penelitian. Penelitian belum dapat menarik kesimpulan bagi tujuan penelitianya, sebab data-data yang dibutuhkan masih merupakan data mentah sehingga diperlukan usaha untuk mengolahnya.
          5. Metode Analisa Data
                        Setelah data terkumpul kemudian akan dilakukan analisa data dengan menghubungkan masalah-masalah yang telah dilakukan penelitian agar dapat dipertanggung jawabkan, analisa akan dilakukan secara normatif kualitatif dimana hasil yang akan dilaporkan dalam bentuk skripsi.


XI.  Jadwal Pelaksanaan Penelitian
       a.  Tahapan Penyusunan Proposal                                    :           20 hari
       b.  Pengumpulan Data                                                      :           25 hari
       c.  Analisa Data                                                                :           25 hari
       d.  Penyusunan Laporan Sementara                                 :           20 hari
       e.  Review dan Perbaikan                                                            :           15 hari
       f.   Penyusunan Laporan Akhir                                        :           25 hari
       g.  Perbanyakan Laporan                                                 :           10 hari
150 hari                                                                                                   
                                                                            
 
Pekalongan,   2 Desember 2013






NPM : 012




Dosen  Pembimbing I



, SH.,MHum
Dosen   Pembimbing II



, SH.M.H.

DAFTAR ISI

HALAMAN
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….    i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….    ii
HALAMAN MOTTO…………………………………………………. …   iii
HALAMAN PERSEMBHAN……………………………………………..  iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………..   v
DAFTAR ISI……………………………………………………………….  vi
BAB I        :    PENDAHULUAN………………………………………………    
A.    Alasan Pemilihan Judul……………………………………    
B.     Pembatasan Masalah………………………………………    
C.     Perumusan Masalah……………………………………….     
D.    Tujuan Penelitian………………………………………….      
E.     Kegunaan Penelitian………………………………………      
F.      Sistematika Skripsi………………………………..............      
BAB I I                  :    TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….    
                        A. Pengertian
                             1. korupsi………………………………………………….    
                             2. pejabat…………………………………………..
                             3. Demokrasi yang korup……………………………
                             4. korupsi yang dilandasi oleh kepentingan ………………….. 
                        B. Implementasi Penegakan Pidana Korupsi  ………………..
BAB III     :    METODE PENELITIAN……………………………………..
                         A. Metode pendekatan………………………………………..
                         B. Spesifikasi Penelitian………………………………………
                         C. Metode Pengumpulan Data……………………………….
                         D. Metode Penyajian dan Analisa Data…………………….

BAB IV      :    PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA…………………..
A.    Hak Dan kewajiban Para Koruptor……………………………………..
B.     Ketertarikan Masyarakat Terhadap Kasus penanganan korupsi…………………………………………….............
C.     Analisa Dari Hasil Penelitian Penyelesaian Masalah Implementasi Penegakan Pidana korupsi…………………

BAB V       :    PENUTUP………………………………………………………
A.    Kesimpulan…………………………………………………
B.     Saran-Saran………………………………………………..

Daftar Pustaka
Lampiran                                                                                                                                                                                                                                            










Post title : Contoh Proposal Skripsi Tentang UU TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP PARA PEJABAT NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
URL post : http://didiklaw.blogspot.com/2013/12/contoh-proposal-skripsi-tentang-uu.html

1 komentar:

outbound bogor mengatakan...

UP DATE TERUS YA ARTIKELNYA
THANKS OUTBOUND BOGOR

Show Emoticons

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :q: :s:

Posting Komentar