KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan kesehatan kepada kita. Sholawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Baginda Rasullullah Muhammad SAW beserta keluarga,
para sahabat dan umatnya, Amin.
Alhamdulillah Penulis dapat menyelesaikan tugas dari dosen
pengampu mata kuliah Kerja Lapangan.
dengan judul “Mengulas Tentang Desa Wisata
Penglipuran”.
Makalah ini disusun berdasarkan apa yang Penulis dapat
dari dosen pengampu mata kuliah kerja
Lapangan dan sumber–sumber literatur lain yang relevan. Namun demikian
Penulis menyadari jika adanya kekurangan–kekurangan di dalam makalah ini dan
oleh karena kekurangan itu untuk dapat terlengkapi melalui diskusi serta bimbingan
dan arahan dari dosen pengampu.
Cukup sekian yang dapat Penulis ungkapkan dalam kata
pengantar ini, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Demikian dan terima kasih.
Pekalongan,
20 Januari 2014
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I : PENDAHULUAN
1. Latar Belakang 1
2. Perumusan Masalah 3
3. Tujuan 3
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian
Desa Penglipuran 5
B. Keunggulan Desa Panglipuran 8
BAB
III : PENUTUP
A.
Simpulan 13
Daftar Pustaka 14
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sangat unik mungkin itu kata yang paling tepat untuk
desa adat penglipuran. Corak pintu gerbangnya atau yang disebut dengan “angkul
angkul” terlihat seragam satu sama lainnya. Penampilan fisik desa adat juga
sangat khas dan indah. Jalan utama desa
adat berupa jalan sempit yang lurus dan berundag undag. Potensi pariwisata yang
dimiliki oleh desa adat penglipuran
adalah adatnya yang unik serta tingginya frekuensi upacara adat dan
keagamaan.
Meski desa adat penglipuran saat ini sudah tersentuh
modernisasi yakni perubahan kearah kemajuan namun tata letak perumahan di
masing masing keluarga tetap menganut falsafah Tri Hita Karana.
Sebuah falsafah dalam agama Hindu yang selalu menjaga
keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan,
serta manusia dengan Tuhan.
Generasi muda penglipuran yang hampir seluruhnya
menikmati pendidikan formal mulai dari SD hingga perguruan tinggi, tetap melestarikan tradisi yang mereka warisi
dari para leluhurnya. Bangunan suci yang terletak di hulu, perumahan di tengah dan lahan usaha tani di pinggir atau
hilir.
Rumah masing masing keluarga hampir seragam mulai dari
pintu gerbang, bangunan suci(merajan)
dapur, tempat tidur, ruangan tamu, serta lumbung untuk menyimpan padi.
Antara satu rumah dengan rumah lainnya, terdapat sebuah lorong yang menghubungkannya
sebagai tanda keharmonisan mereka hidup bermasyarakat.
Pintu gerbang yang memiliki bentuk yang seragam
terletak di sisi timur dan barat serta berhadap hadapan satu sama lainnya.
Tembok pekarangan tepatnya dibuat dari tanah liat dengan bentuk dan warna
seragam.
Bahan baku bamboo untuk atap angkul angkul tersedia
dalam jumlah banyak karena tumbuh subur di desa adat penglipuran. Desa adat
penglipuran mempunyai hutan bamboo yang cukup luas dengan sekitar limabelas
macam bamboo yang dapat dijadikan sebagai jalur hiking. Keadaan hutan yang
masih alami/ menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk mengunjunginya.
Sangatlah tepat jika desa adat penglipuran dijadikan
sebagai desa tujuan wisata. Desa wisata
semakin populer belakangan ini sebagai alternatif dari pariwisata konvensional.
Sampai saat ini desa wisata penglipuran ramai
dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara.Tak jarang, mereka yang
datang adalah dari kalangan ilmuwan serta mahasiswa yang tertarik untuk
melakukan penelitian di desa adat penglipuran.
Desa adat penglipuran tepatnya berada di Kelurahan
Kubu Kabupaten Bangli/ kurang lebih 45 km dari kota Denpasar. Apabila ditempuh
dengan kendaraan bermotor akan menempuh
kurang lebih satu jam perjalanan.
Terletak di ketinggian 700 diatas permukaan laut, menjadikan udara di desa adat penglipuran
tergolong dingin. Keasrian desa adat penglipuran dapat dirasakan mulai dari
memasuki kawasan pradesa. Balai masyarakat dan fasilitas kemasyarakatan serta
ruang terbuka pertamanan, semakin menambah
keaslian alam pedesaan.
Desa adat penglipuran merupakan satu kawasan pedesaan
yang memiliki tatanan spesifik dari
struktur desa tradisional. sehingga mampu menampilkan wajah pedesaan
yang asri.
Penataan fisik dan struktur desa, tidak terlepas dari budaya masyarakatnya yang
sudah berlaku turun temurun.
B. Perumusan
Masalah
1.
Apa Yang Di
Maksud Dengan Desa Penglipuran?
2.
Bagaimana
Keunggulan Desa Penglipuran?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Agar Mengetahui
Tentang Desa Penglipuran.
2.
Untuk Mengetahui
Keunggulan desa Penglipuran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas
Tentang Desa Penglipuran
Desa Adat Penglipuran merupakan satu kawasan pedesaan
yang memiliki tatanan spesifik dari struktur desa tradisional, sehingga mampu
menampilkan wajah pedesaan yang asri. Penataan fisik dari struktur desa
tersebut tidak terlepas dari budaya masyarakatnya yang sudah berlaku turun
temurun. Sehingga dengan demikian Desa Adat Penglipuran merupakan obyek wisata
budaya. Keasrian Desa Adat Penglipuran dapat dirasakan mulai dari memasuki
kawasan pradesa dengan hijau rerumputan pada pinggiran jalan dan pagar tanaman
menepi sepanjang jalan, menambah kesejukan pada daerah prosesi desa.
Pada areal catus pata setelah prosesi tersebut,
merupakan areal tapal batas memasuki Desa Adat Penglipuran. Balai wantilan dan
fasilitas kemasyarakatan serta ruang terbuka pertamanan, merupakan daerah
selamat datang (Welcome Area).. Areal berikutnya adalah areal tatanan pola
desa, yang diawali dengan gradasi ke fisik desa secara linier ke arah kanan dan
kiri.
B. Keunggulan
dan Daya Tarik desa Penglipuran
Desa Penglipuran merupakan salah satu daerah di Bali
terutama di Kabupaten Bangli yang memiliki banyak julukan, diantaranya: Desa
Adat, Desa Budaya, dan Desa Wisata. Hal tersebut ditinjau dari berbagai aspek
seperti: sistem adat, tata ruang,
perkawinan, bentuk bangunan dan topografi, upacara kematian,
stratifikasi social, kesenian, mata pencaharian, organisasi, dan obyek wisata .
1. Sistem Adat
Di desa Penglipuran terdapat dua sistem dalam
pemerintahan yaitu menurut sistem pemerintah atau sistem formal yaitu terdiri dari
RT dan RW, dan sistem yang otonom atau Desa adat. Kedudukan desa adat maupun
desa formal berdiri sendiri-sendiri dan setara. Karena otonom, desa adat
mempunyai aturan-aturan tersendiri menurut adat istiadat di daerah penglipuran
dengan catatan aturan tersebut tidak
bertentangan dengan pancasila dan Undang-undang pemerintah.Undang-undang
atau aturan yang ada di desa penglipuran disebut dengan awig-awig. Awig-awig
tersebut merupakan implementasi dari landasan operasional masyarakat
penglipuran yaitu Tri Hita Karana.Tri Hita Karana tersebut yaitu sebagai
berikut :
a.
Prahyangan, adalah hubungan manusia dan tuhan. Meliputi penentuan hari
suci,tempat suci dan lain-lain.
b.
Pawongan, adalah hubungan manusia dan manusia. Meliputi hubungan
masyarakat penglipuran dengan masyarakat desa lain, maupun hubungan dengan
orang yang bedaagama. Dalam pawongan bentuk-bentuknya meliputi sistem
perkawinan,organisasi, perwarisan dan lain-lain.
c.
Hubungan manusia dan lingkungan, masyarakat desa penglipuran diajarkan
untuk mencintai alam lingkungannya dan selalu merawatnya, tidak heran kalau
desa penglipuran terlihat begitu asri.
Filsafat hubungan yang selaras antara alam dan manusia
dan kearifan manusia mendayagunakan alam sehingga terbentuk ruang kehidupan terlihat
jelas di Penglipuran dan daerah lain di Bali. Oleh karena itu visualisasi
estetika pada kawasan ini bukan merupakan barang langka yang sulit dicari,
melainkan sudah menyatu dalam tata lingkungannya.
2. Tata Ruang
Tata ruang desa penglipuran dikenal dengan Tri Mandala
yang terdiri dari tiga bagian yaitu :
a. Utama
Mandala
Orang Penglipuran biasa menyebutnya sebagai Utama
Mandala , yang bias diartikan sebagai tempat suci. Ditempat inilah orang-orang
Penglipuran melakukan kegiatan sembahyang kepada Sang Hyng Widi yang mereka
percaya sebagai Tuhan mereka.
b. Madya
Mandala
Biasanya adalah berupa pemukiman penduduk yang
berbanjar sepanjang jalan utama desa.Barisan itu berjejer menghadap kearah
barat dan timur.Saat ini jumlah rumah yang ada disana ada sebanyak 70 buah.Tata
ruang pemukimannya sendiri adalah sebelah utara atau timur adalah purakeluarga
yang telah diaben.Sedangkan Madya Mandala adalah rumah keluarga. Di tiap rumah
pun terdapat tata ruang yang telah diatur oleh adat.Tata ruang nya adalah
sebelah utara dijadikan sebagai tempat tidur, tengah digunakan sebagi tempat
keluarga sedangkan sebelah timur dijadikan sebagai tempat pembuangan atau MCK.
Dan bagian nista dari pekarangan biasanya berupa jemuran, garasi dan tempat
penyimpanan kayu.

c. Nista
Mandala
Nista mandala ini adalah tempat yang paling buruk,
disana terdapat kuburan dari masyarakat penglipuran.
Konsep tri mandala tidak hanya berlaku bagi tata ruang
desa tetapi juga bagi tata ruang rumah hunian. Setiap kapling rumah warga
Penglipuran terbagi menjadi tiga bagian. Di halaman depan, terdapat bangunan
angkul-angkul dan ruang kosong yang disebut natah; bagian tengah adalah tempat
berkumpulnya keluarga; dan di bagian paling belakang erdapat toilet, tempat
jemuran, atau kandang ternak.
3. Perkawinan
Di desa ini ada adat yang berlaku soal perkawinan
yakni pelarangan poligami terhadap para penduduknya. Adat melarang hal tersebut
demi menjaga para wanita. Meskipun ada yang boleh melakukan poligami namun akan
mendapat sanksi. Sanksi biasanya si poligami akan ditempatkan pada tempat yang
bernama nista mandala. Dan dilarang melakukan perjalanan dari selatan ke utara
karena wilayah utara bagi orang penglipuran adalah wilayah yang paling suci.
Masyarakat Penglipuran juga pantang untuk
menikahi tetangga disebelahkanan dan sebelah kiri juga sebelah depan dari
rumahnya. Karena tetangga-tetangganya tersebut sudah dianggap sebagai keluarga
sendiri.. Bagi warga yang ingin menikah dengan orang di luar Penglipuran bisa
saja. Dengan ketentuan bila mempelai laki-laki dari Penglipuran maka mempelai
perempuan yang dari daerah lain harus masuk menjadi bagian dari adat
Penglipuran. Yang menarik adalah jika mempelai perempuan dari desa penglipuran
dan laki-lakinya dari adat yang lain, maka bisa saja laki-laki tersebut masuk
ke dalam adat Penglipuran dan hidup di desa Penglipuran tetapi dengan
konsekuensi laki-laki tersebut dianggap wanita oleh warga lainnya. Maksudnya
tugas-tugas adat yang dialaksanakan adalah tugas untuk para wanita bukan tugas
para lelaki.
4. Bentuk Bangunan dan Topografi
Topografi desa tersusun sedimikian rupa dimana pada
daerah utama desa kedudukannya lebih tinggi demikian seterusnya menurun sampai
daerah hilir. Pada daerah desa terdapat Pura penataran dan Pura Puseh yang merupakan
daerah utama desa yang unik dan spesifik karena disepanjang jalan koridor desa
hanya digunakan untuk pejalan kaki, yang kanan kirinya dilengkapi dengan
atribut-atribut struktur desa; seperti tembok penyengker, angkul-angkul dan
telajakan yang seragam. Keseragaman dari wajah desa tersebut disamping karena
adanya keseragaman bentuk juga dari keseragaman bahan yaitu bahan tanah untuk
tembok penyengker dan angkul-angkul (pol-polan) dan atap dari bambu yang
dibelah untuk seluruh bangunan desa. Penggunaan bambu baik untuk atap, dinding
maupun lain-lain kebutuhan merupakan suatu keharusan untuk digunakan karena
desa Penglipuran dikelilingi oleh hutan bambu dan masih merupakan teritorial
desa Penglipuran.
5. Upacara Kematian (Ngaben)
Seperti daerah lain yang ada di Bali, di Penglipuran
masyarakatnya mengadakan upacara yang biasa disebut ngaben. Dimana ngaben ini
adalah suatu upacara kematian dalam rangka mengembalikan arwah orang yang
meninggal yang awalnya menurut kepercayaan orang Bali arwah tersebut masih
tersesat kemudian dikembalikan ke pura kediaman si arwah. Yang membedakan
daerah ini hanyalah pada ritualnya saja. Dimana apabila orang bali lain ngaben
dilakukan dengan cara membakar mayat, di Penglipuran mayat di kubur. Menurut
analisa hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Penglipuran sebagai tanda hormat
dan juga sebagai cara untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan buruk mengingat
daerah Penglipuran yang berada didaerah pegunungan yang jauh dari laut, seperti
yang kita tahu bahwa abu jenasah yang telah dibakar harus dilarung atau dibuang
ke laut sedangkan bagi orang Bali menyimpan abu jenasah adalah suatu pantangan,
jadi solusi terbaik adalah dimakamkan.
6. Stratifikasi Sosial
Di Penglipuran hanya ada satu tingkatan kasta yaitu
Kasta Sudra, jadi di Penglipuran kedudukan antar warganya setara. Hanya saja
ada seseorang yang diangkat untuk memimpin mereka yaitu ketua adat. Pada saat
ini ketua adat yang masih menjabat adalah I Wayan Supat. Pemilihan ketua adat
tersebut dilakukan lima tahun sekali.
7. Kesenian
Di Desa
Penglipuran terdapat tari-tarian yaitu tari Baris. Tari Baris sebagai salah
satu bentuk seni tradisional yang berakar kuat pada kehidupan masyarakatnya dan
hidup secara mentradisi atau turun temurun, dimana keberadaan Tari Baris Sakral
di Desa Adat Penglipuran adalah merupakan tarian yang langka, dan berfungsi
sebagai tari penyelenggara upacara dewa yadnya. Adapun iringan gambelan yang
mengiringi pada saat pementasan semua jenis Tari Baris Sakral tersebut adalah
seperangkat gambelan Gong Gede yang didukung oleh Sekaa Gong Gede Desa Adat
Penglipuran. Unsur bentuk ini meliputi juga keanggotaan sekaa Baris sakral ini
di atur di dalam awig-awig Desa Adat Penglipuran. Kemudian nama-nama penari
ketiga jenis Baris sakral ini juga telah ditetapkan, yakni Baris Jojor 12
orang, Baris Presi 12 orang, dan Baris Bedil 20orang.
Tempat
wisata Desa Penglipuran
a. Tugu
Pahlawan
Di Lingkungan desa terdapat Tugu Pahlawan Pengllipuran
sebagai simbol Perjuangan kapten Anang Agung Anom Mudita dari Puri Kanginan
Bangli. Agung Gde Anom Mudita, gugur melawan penjajah Belanda pada tanggal 20
November 1947. Taman Pahlawan ini dibangun oleh masyarakat desa adat
penglipuran sebagai wujud bakti dan hormat mereka kepada sang pejuang.Bersama
segenap rakyat Bangli, Kapten Mudita berjuang tanpa pamrih demi martabat dan
harga diri bangsa sampai titik darah penghabisan. Tugu ini sepenuhnya menjadi
tanggung jawab krama desa adat penglipuran dan tidak dillimpahkan kepada
pemerintah.
b. Hutan
Bambu
Desa Pengelipuran selain memiliki daya pesona budaya
yakni keunikan rumah warganya, juga memiliki daya tarik wisata yakni hamparan
hutan bambu yang luasnya mencapai lebih dari 75 hektar. Hutan ini selain
dimiliki warga desa adat juga menjadi salah satu objek wisata yang acapkali
dikunjungi wisatawan baik yang ingin menyaksikan berbagai jenis bambu, maupun
mereka yang hanya ingin sekedar menikmati suasana di tengah hutan bambu.
Hutan Bambu yang ada di Desa Penglipuran mempunyai
luas areal sekitar 45 hektar dengan berbagai jenis bambu yakni terdiri dari
Bambu Petung, Bambu Jajang Aya, Bambu Jajang Abu, Bambu Tali, Bambu Papah,
Bambu Suet
dan jenis bambu lainnya, tetapi terdapat beberapa jenis bambu sudah mengalami
kepunahan. Hutan Bambu ini sebagian dimiliki oleh desa
adat dan sebagian lagi dimiliki oleh masyarakat.
Suasana sunyi di tengah hutan, selain akan memberikan
suasana tersendiri bagi wisatawan, juga akan makin mendekatkan wisatawan akan
keindahan alam yang ada di hutan bambu Desa Penglipuran. Usai menikmati keindahan
hutan bambu, wisatawan juga bisa menyaksikan perkebunan penduduk serta
aktivitas pembuatan aneka bentuk anyaman bambu yang dikerjakan oleh warga
Penglipuran. Kondisi ini tentunya akan menambah pengalaman wisatawan.
BAB III
PENUTUP
- Simpulan
Desa Penglipuran salah satu desa adat yang masih
terpelihara keasliannya. Berbagai tatanan sosial dan budaya masih terlihat di
berbagai sudut desa ini sehingga nuansa Bali masa lalu tampak jelas. Perbedaan
desa adat Penglipuran dengan desa adat lainnya di Bali adalah tata ruang yang
sangat teratur berupa penataan rumah penduduk di kanan dan kiri jalan dengan
bentuk rumah yang seragam dalam hal bentuk sehingga keseluruhan desa ini tampak
rapi dan teratur.
Desa Penglipuran masuk dalam wilayah administrasi
Kelurahan Kubu, Kabupaten Bangli. Letaknya di jalan utama Kintamani – Bangli.
Kata “Penglipuran” berasal dari kata “Pengeling Pura”. Artinya, tempat suci
untuk mengenang para leluhur. Jaraknya sekitar 45 km dari Kota Denpasar. Desa Penglipuran memiliki luas sekitar 112 Ha.,
yang terdiri dari tegalan, hutan bambu, permukiman, dan beragam fasilitas umum
seperti pura, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Berada di perbukitan dengan
ketinggian berkisar 700 m dpl, menjadikan Penglipuran sebagai kawasan yang
cukup sejuk.
DAFTAR PUSTAKA
http://e-kuta.com/blog/tempat-wisata/desa-tradisional-penglipuran.htm
http://octhawidi.blogspot.com/2012/11/latar-belakang-sejarah-desa-adat.html
dari individu:
Kepala Adat
MAsyarakat adat Penglipuran
Post title : Makalah Desa Adat Penglipuran
URL post : http://didiklaw.blogspot.com/2014/02/makalah-desa-adat-penglipuran_1.html
URL post : http://didiklaw.blogspot.com/2014/02/makalah-desa-adat-penglipuran_1.html
0 komentar:
Show Emoticons
Posting Komentar