Meat Ball Shop
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan kepada kita. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Rasullullah Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya, Amin.
Alhamdulillah Penulis dapat menyelesaikan tugas dari dosen pengampu mata kuliah Pidana Khusus, Loso SH.,MH. dengan judul “Money Laundering”.
Makalah ini disusun berdasarkan apa yang Penulis dapat dari dosen pengampu mata kuliah pidana Khusus dan sumber–sumber literatur lain yang relevan. Namun demikian Penulis menyadari jika adanya kekurangan–kekurangan di dalam makalah ini dan oleh karena kekurangan itu untuk dapat terlengkapi melalui diskusi serta bimbingan dan arahan dari dosen pengampu.
Cukup sekian yang dapat Penulis ungkapkan dalam kata pengantar ini, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Demikian dan terima kasih.
Pekalongan, 25 Oktober 2013
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I : PENDAHULUAN
1. Latar Belakang 1
2. Perumusan Masalah 3
3. Tujuan 3
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Money Laundering 5
B. sistematika Money Laundering 8
C. pencegahan Money Laundering 12
BAB III : PENUTUP
A. Simpulan 15
B. Saran 15
Daftar Pustaka 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Money Laundering diterjemahkan dengan pemutihan uang atau pencucian uang. Dalam Makalah ini digunakan istilah money laundering atau pencucian uang. kejahatan pencucian uang atau -“money laundering” bertujuan untuk melindungi atau menutupi suatu aktivitas criminal yang menjadi sumber dari dana atau uang yang akan “dibersihkan”. Aktivitas criminal dimaksud misalnya , perdagangan senjata gelap, perdagangan gelap narkotika (drug trafficking) atau penggelapan pajak (illegal tax avoidance atau Tax Avasion). Dengan demikian, pemicu dari kejahatan pencucian uang sebenarnya adalah suatu tindak pidana atau aktivitas kriminal. Kegiatan ini memungkinkan para pelaku kejahatan untuk menyembunyikan asal-usul harta kekayaan sebenarnya yang berasal dari hasil kejahatan. Melalui kegiatan ini pula para pelaku akhirnya dapat menikmati dan menggunakan hasil kejahatannya secara bebas seolah-olah tampak sebagai hasil kegiatan yang sah/legal (clean money).
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan, dewasa ini bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang dikarenakan sektor inilah yang banyak menawarkan jasa-jasa dan instrumen dalam lalu-lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal-usul suatu dana. Dengan adanya globalisasi perbankan, maka memanfaatkan sistem rahasia Bank yang sangat ketat dan yang dijunjung tinggi untuk mentransper dana mereka ke berbagai rekening baik bank nasional maupun bank luar dan kemudian memutihkan dana mereka yang berasal dari kejahatan melalui sistem perbankan . Melalui mekanisme ini maka dana hasil kejahatan sudah tampak sah dan para pelaku tindak pidana ini akan bebas menggunakan dana tersebut.
. Berdasarkan statistik IMF, hasil kejahatan yang di”cuci” melalui bank-bank diperkirakan hampir mencapai nilai sebesar USD 1.500 miliar per tahun. Sementara ini menurut Assosiated Press, kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi, korupsi dan kejahatan lainnya sebagaina besar diproses melalui perbankan untuk kemudian dikonversikan menjadi dana legal dan diperkirakan kegiatan ini mampu menyerap nilai USD 600 miliar per tahun. Ini berarti sama dengan 5% GDP di seluruh dunia.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka permasalahan yang akan ditinjau dalam Makalah ini adalah sampai dimana langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan pencucian uang oleh Pemerintah RI dan Bank Indonesia dan Lembaga Legislatif.
B. Perumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Money Laundering?
2. Bagaimana Sistematika Money Laundering?
3. Bagaimana Pencegahan Money Laundering?
C. Tujuan Pembahasan
1. Agar Mengetahui Pengertian Money Laundering.
2. Untuk mengetahui sistematika Money Laundering
3. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan Money Laundering.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pencucian Uang
Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh daroi hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah. Sesuai ndengan pasal 2 Undang- undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 25 Tahun 2003, tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya tindak pidana pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang/tenaga kerja/imigran,perbankan , narkotika, psikotropika, perdagangan budak/wanita/anak/senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, dan penipuan.
Kegiatan pencucian uang mempunyai dampak yang serius terhadap stabilitas sistem keuangan maupun perekonomian secara keseluruhan.Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana multidimensi dan bersifat transnasional yang sering kali melibatkan jumlah uang yang cukup besar.
Istilah pencucian uang berasal dari bahasa Inggris, yakni money laundering. Apa yang dimaksud dengan money laundering, memang tidak ada definisi yang universal, karena baik Negara-negara maju dan Negara-negara dunia ketiga masing-masing mempunyai definisi sendiri-sendiri berdasarkan prioritas dan perspetif yang berbeda. Namun para ahli hukum di Indonesia telah sepakat mengartikan Money Laundering dengan pencucian uang.
Pengertian pencucian uang (money laundering) telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Menurut Welling, Money laundering adalah
“ The process by which one conceals the existence, illegal source, or illegal application of income, and then disguises that income to make it appear legitimate”
Demikian juga dengan Department Of justice Kanada mengemukakan bahwa:
“Money laundering is the conversion of transfer of property, knowing that such property is derived from criminal activity, for the purpose of concealing the illicit nature and origin of the property from govermentauthorities.”
Dari beberapa definisi pencuician uang, dapat didimpulkan bahwa pencucian uang adalah kegiatan-kegiatan (berupoa proses) yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi kejahatan terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak kejahatan, dengan maksud menyembunyikan asal usul uang tersebjut dari pemerintah
atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan dengan cara terutama memasukkan uang tersebut mke da;lam sisitem pembayaran (Financial system) sehingga apabila uang tersebut kemudian dikeluarkan dari sistem keuangan itu maka keuangan itu telah berubah menjadi uang yang sah.
Pengertian pencucian uang juga termuat dalam The United Nations Convention Againts Illicit Traffic in Narcotics Drugs And phsychotropic Substance of 1988 (konvensi PBB) yang disahkan pada tanggal 19 Desember 1988 di Venna, yang kemjudian diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 19997.
Secara umum pencucian uang merupakan metode untuk menyembunyikan , memindahkan, dan menggunakan hasil dari tindak pidana kegiatan dari organisasi kejahatan, kejahatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotika, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas kejahatan. Money Laundering atau pencucian uang pada intinya melibatkan asset(pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehingga dapat digunakan tanpa terdeteksin bahwa asset tersebut berasal dari kegiatan yang illegal. Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan hukum diubah menjadi asset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumbefr yang sah.
B. Sistematika Tahap-tahap Dan Proses Pencucian Uang
Kegiatan pencucian uang melibatkan aktivitas yang sangat kompleks. Pada dasarnya, kegiatan tersebut terdiri dari tiga langkah yang masing-masing berdiri sendiri tetapi seringkali dilakukan bersama-sama yaitu placement, layering, dan integration.
a. Placement
Placement diartikan sebagai upaya untuk menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu aktivitas kejahatan ke dalam sistem keuangan. Dalam hal ini terdapat pergerakan fisik dan uang tunai baik melalui penyelundupan uang tunai dari satu negara ke negara lain, menggabungkan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah, ataupun dengan melakukan penempatan uang giral ke dalam sistem perbankan, misalnya deposito bank, cek atau melalui real estate atau saham-saham atau juga mengkonversikan ke dalam mata uang lainnya atau transfer uang ke dalam valuta asing.
b. Layering
Layering diartikan sebagai memisahkan hasil kejahatan dari sumbernya yaitu aktivitas kejahatan yang terkait melalui beberapa tahapan tranaksi keuangan. Dalam hal ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan/mengelabui sumber dana ”haram” tersebut. Layering dapat pula dilakukan melalui pembukaan sebanyak mungkin perusahaan-per usahaan fiktif dengan memanfaatkan ketentuan rahasia bank.
c. Integration
Integration adalah upaya menggunakan harta kekeyaan yang telah tampak sah baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana. Dalam melakjukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh dan biaya yang harus dikeluarkan, karena tujuan utamanya adalah menyamarkan atau menghilangkan asal-usul uang sehingga hasil akhirnya dapat dinikmati atau digunakan secara aman. Ketiga kegiatan di atas dapat terjadi secara terpisah atau simultan, namun umumnya dilakukan secara tumpang tindih. Modus operandi pencucian uang dari waktu ke waktu semakin komppleks dengan menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit. Hal itu terjadi baik pada tahap placement, layering, maupun integration., sehingga penanganannya pun semakin sulit dan membutuhkan peningkatan peningkatan (capacity building) secara sitematis dan berkesinambungan.
Jadi dalam integration, begitu uang tersebut telah berhasil diupayakan proses pencuciannya melalui cara layering, maka tahap selanjutnya adalah menggunakan uang yang telah menjadi “uang halal” (clean money) untuk kegiatan bisnis atau kegiatan operasi kejahatan dari penjahat atau organisasi kejahatan yang mengendalikan uang tersebut.
Kesemua perbuatan dalam proses pencucian uang haram ini memungkinkan para raja uang haram ini dana yang begitu besar dalam rangka mempertahankan ruang lingkup kejahatan mereka atau untuk terus berproses dalam dunia kejahatan terutama yang menyangkut narkotika.. Untuk menghadapi cara-cara yang digunakan para penjahat ini dengan para pembantu mereka melalui pelbagai transaksi yang tidak jelas dalam rangka menghalalkan uang mereka dalam jumlah yang besar, maka ada tiga permasalahan yang harus ditanganin jika ingin menggagalkan praktik kotor pencucian uang haram ini, yaitu kerahasiaan bank, kerahasiaan financial secara pribadi, dan efesiensi transaksi.
Adapun perihal proses pencucian uang, menurut Anwar Nasution, ada empat factor yang dilakukan dalam proses pencucian uang. Pertama, merahasiakan siapa pemilik yang sebenarnya maupun sumber uang hasil kejahatan itu. Kedua, mengubah bentuknya sehingga mudah untuk dibawa kemana-mana. Ketiga, Merahasiakan proses pencucian uang itu sehingga menyulitkan pelacakan oleh bpetugas hukum. Keempat, mudah diawasi oleh pemilik kekayaan yang sebenarnya.
C. Pencegahan dan Penanggulangan Pencucian Uang
Pemberantasan kegiatan money laundering (pencucian uang) dapat dilakukan melalui pendekatan pidana atau pendekatan bukan pidana, seperti pengaturan dan tindakan administratif. Partisipasi Pemerintah RI dalam upaya pemberantasan kegiatan pencucian uang merupakan pelaksanaan dari amanta PBB dalam the UN Convention Against Illicit Traffic in Narcotics, Drugs and Psychotropic Substances of 1988 yang kemudian diratifikasi oleh Pemerintah melalui UU No. 7 Tahun 1997. Dengan penandatanganan konvensi tersebut maka setiap negara penandatangan diharuskan untuk menetapkan kegiatan pencucian uang sebagai suatu tindak kejahatan dan mengambil langkah-langkah agar pihak yang berwajib dapat mengidentifikasikan, melacak dan membekukan atau menyita hasil perdagangan obat bius. Di bawah ini hádala beberaa langkah yang telah diambil Pemerintah RI untuk menindaklanjuti
komitmen pemberantasan kegiatan pencucian uang.
a. Undang-undang Yang Berkaitan dengan Psikotropika
Pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan psikotropika, antara lain UU No. 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika 1971,
UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Di samping itu, terdapat beberapa Peraturan Menteri Kesehatan tahun 1997 tentang Peredaran Psikotropika dan Ekspor Impor Psikotropika. Dalam UU ini diatur antara lain mengenai persyaratan dan tata cara ekspor dan impor peredaran serta penyaluran psikotropika agar hal-hal tersebut tidak digunakan sebagai sarana kegiatan pencucian uang.
b. Undang-undang Yang Berkaitan dengan Narkotika
Pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan narkotika, antara lain UU N. 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol yang Mengubahnya, UU No. 22 Tahun 1977 tentang Narkotika yang menggantikan
UU No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika. UU Narkotika ini mengatur masalah narkotika yang dibutuhkan sebagai obat dan sekaligus mencegah dan memberantas bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Dalam Pasal 77 ayat (1) UU No. 22 Tahun 1997 disebutkan, bahwa narkotika dan peralatan yang dipergunakan dalam pelanggaran narkotika dan hasil-hasilnya dapat disita untuk negara.
c. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Pasal 31 ayat (1) mengatur sebagai berikut: “Bank Indonesia dapat memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan”.
Penjelasan atas ayat (1) tersebut menguraikan bahwa yang dimaksud dengan tranaksi tertentu antara lain hádala transaksi dalam jumlah besar yang diduga berasal dari kegiatan melanggar hukum. Dalam pengertian ini tentunya termasuk pula kegiatan pencucian uang.
d. UU No. 24 Tahun 1999 tentang LALU Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar
Sebagaimana diketahui, kegiatan pencucian uang dapat dilakukan melalui pergerakan dana dalam transaksi internacional. UU No. 24/1999, secara tidak langsung memberikan landasan untuk memantau kegiatan ini. Pasal 3 ayat (2), misalnya, mengatur sebagai berikut:
“Setiap penduduk wajib memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas devisa yang dilakukannya, secara langsung atau melalui pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.
Keterangan dan data yang diminta antara lain meliputi nilai dan jenis transaksi, tujuan atau maksud transaksi, pelaku transaksi, dan negara tujuan atau asal pelaku transaksi.
e. Ketentuan Bank Indonesia
Banyak sekali ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang secara langsung atau tidak langsung dapat mencegah atau memberantas kegiatan money laundering secara administratif,antara lain:
1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/271A/KEP/DIR tentang
Perubahan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/191A/KEP/DIR tentang Pengeluaran atau Pemasukan Mata Uang Rupiah Dari Atau Ke Dalam Wilayah Republik Indonesia. Berdasarkan ketentuan SK Dir. BI ini setiap orang yang membawa mata uang Rupiah ke luar atau masuk ke dalam wilayah RI dengan jumlah lebih dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) wajib mengisi formulir deklarasi. Selain itu,bagi setiap orang yang membawa mata uang Rupiah ke luar atau masuk ke dalam wilayah RI dengan jumlah lebih dari Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) selain wajib mengisi formulir deklarasi juga harus memperoleh izin dari Bank Indonesia.
2. Surat Cara Pembelian Saham Bank Umum
Pasal 6 huruf b menetapkan bahwa sumber dana yang digunakan untuk pembelian saham bank dalam rangka kepemilikan dilarang berasal dari dan untuk tujuan money laundering.
3. PBI No. 2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum
Pasal 6 ayat (1) huruf j dari PBI ini mengatur bahwa dalam rangka permohonan izin pendirian bank umum, calon pemegang saham bank wajib melampirkan surat pernyataan bahwa setoran awal bank tidak berasal dari dan untuk tujuan money laundering. Selanjutnya Pasal 14 huruf b menetapkan bahwa sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank atau pembelian saham bank dilarang berasal dari dan untuk tujuan pemutihan uang.
4. PBI No. 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Complience
Director) dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungís audit. Intern Bank Umum PBI ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini bank diwajibkan untuk menugaskan salah satu anggota direksinya sebagai Compliance Director yang memastikan bahwa bank telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk perbankan. Bank juga diwajibkan untuk membentuk Satuan kerja Unit Intern yang bertugas melakukan pengawasan terhadap kegiatan bank secara keseluruhan.
5. PBI No. 3/3/PBI/2001 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valas oleh Bank
Dalam ketentuan ini diatur larangan dan pembatasan transaksi-transaksi tertentu oleh bank terhadap WNA, badan hukum asing lainnya, WNI yang memiliki status penduduk tetap negara lain dan tidak berdomisili di Indonesia, kantor bank/badan hukum Indonesia di luar negeri. Ketentuan ini sekurangkurangnya dapat menjadi sarana yang kondusif untuk mencegah terjadinya transaksi yang berkaitan dengan kegiatan pencucian uang.
6. Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Mengenal
Nasabah (Know Your Customers Principles)
Sebagai salah satu entri bagimasuknya masuknya uang hasil kejahatan, bank atau jasa keuangan lain harus mengurangi resikomdipergunakan sebagai sarana pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan memelihara profil nasabah, serta melaporkan adanyan tansaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan oleh pihak bank atau perusahaan jasa keuangan lain. Penerapan prinsip mengenal nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know Your Costumer Principle (KYC Principle) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prudential banking untuk melindungi bank atau perusahaan jasa keuangan lain dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah dan counter-party.
Khususnya terhadap para nasabah, pihak bank atau jasa keuangan lain harus mengenali para nasabah, agar bank atau jasa keuangan lain tidak terjerat dalam kejahatan pencucian uang. Prinsip mengenal nasabah ini merupakan rekomendasi FATF, yang merupakan orinsip ke lima belas dari dua puluh lima Core Principles For effective Banking Supervision dan Bassel Committee .
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Prinsip KYC pada dasarnya
bertujuan untuk :
a. membantu bank agar dapat mendeteksi sesegara mungkin setiap aktivitas yang mencurigakan yang dilakukan nasabah;
b. memastikan kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan perbankan yang berlaku;
c. menegakkan prinsip kehati-hatian dalam praktek perbankan;
d. mengurangi risiko dimanfaatkannya bank sebagai sarana untuk melakukan aktivitas kejahatan.
e. melindungi reputasi bank.
Adapun pokok-pokok yang diatur dalam konsep PBI ini sebagian besar mengakomodir butir-butir rekomendasi FATF khususnya yang berkaitan dengan Know Your Customer Principles, antara lain :
- Kewajiban bank untuk memiliki kebijakan dan prosedur penerimaan nasabah, dan pemantauan kegiatan nasabah dalam rangka penerapan prinsip pengenalan nasabah;
- Prosedur penerimaan dan identifikasi nasabah;
- Persetujuan pembukaan rekening;
- Larangan pembukaan rekening;
- Kewajiban bank untuk melakukan pemantauan nasabah;
- Kewajiban bank untuk memiliki pedoman intern prinsip pengenalan nasabah;
- Kewajiban bank untuk melaporkan dalam hal terdapat indikasi transaksi yang mencurigakan dan Transaksi keuangan tunai senilai Rp. 500.000.000 keatas yang dilakukan seseorang dalam satu hari kepada PPATK
- Penerapan prinsip pengenalan nasabah pada kantor bank di luar negeri bagi bank yang berbadan hukum Indonesia.Selain peraturan perundang-undangan tersebut masih ada lagi peraturan perundangundangan lain yang bail langsung maupun tidak langsung mempunyai dampak terhadap pencegahan dan pemberantasan money laundering, seperti Undang-undang No. 31 tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang dalam Pasal 36 (a) menyatakan bahwa perusahaan sekuritas dan penasihat investasi wajib mengetahui latar belakang, keadaan keuangan dan tujuan investasi dari nasabahnya.
7. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Dalam konteks kepentingan nasional ditetapkannya undang-undang tentang tindak npidana pencucian uang merupakan penegasan bahwa pemerintah dan sektor swasta bukan merupakan bagian dari masalah, akan tetapi bagian dari masalah, baik di sector ekonomi, keuangan maupun perbankan. Pertama-tama usaha yang harus ditempuh oleh
Suatu Negara untuk ndapat mencegah dan memberantas praktik pencucian uang adalah dengan membentuk undang-undang yang melarang perbuatan pencucian uang dan menghukum dengan berat para pelaku tersebut. Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ini, tindak pidana pencucian uang dapat dicegah atau diberantas, antara lain kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses pencucian uang yang terdiri atas :
a. Penempatan ( placement)
b. Transfer (layering)
c. Menggunakan harta kekayaan (integration)
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pemerintah, termasuk Bank Indonesia, telah melakukan langkah-langkah yang lumayan konkret, tetapi hasilnya belum cukup untuk upaya mencegah dan memberantas money laundering. Di samping itu, Lembaga Legislatif (DPR) juga telah membuat suatu aturan Perundang-Undangang yang mengatur Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang karena pencucian uang sudah ditetapkan menjadi suatu Tindak Pidana. Undang-undang tersebut yakni Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Yang di undangkan pada Tanggal 17 April 2002. Undang-tersebut diubah karena dianggap kurang efektif dalam memberantas tindak pidana pencucian uang. Dan dalam Undang-undang ini telah dibentuk Suatu badan yang independen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden dan untuk membantu pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
B. Saran
Karena kejahatan Money Laundering juga merupakan kejahatan Lintas Batas Negara maka perlu adanya pengawasan terhadap orang yang yang melakukan transaksi pada bank luar dan perlu membuat perjanjian Ekstradisi dengan Singapura karena WN Indonesia yang melakukan suatu tindak pidana Ekonomi seperti Money Laundering, korupsi , dan yang lainnya biasanya lari ke Singapura.
Penyedia jasa Keuangan harus mau dengan cepat membuka rahasia Bank dalam hal Adanya Suatu tindak pidana untuk mempermudah pelacakan kegiatan tindak pidana ini. Karena Tindak Pidana Pencucian Uang ini sulit untuk dideteksi, maka PJK harus selalu melaporkan setiap Transaksi Keuangan Mencurigakan (STR) dan transaksi keuangan tunai (CTR) sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta) ke atas kepada PPATK untuk mempermudah pelacakan terhadap kegiatan tindak pidana ini. Dan diperlukan juga kerja sama semua pihak dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ini.
Pemerintah kita perlu untuk membentuk suatu badan Khusus untuk menangani kejahatan Tindak Pidana Pencucian Uang untuk mempermudah pemberantasan kejahatan ini seperti badan khusus yang dibentuk untuk menangani Tipikor yakni KPK.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber dari internet
http://joseppanjaitan.blogspot.com/p/money-laundering.html
di unduh pada minggu,27 oktober 2013 pukul 17.11 WIB
Sumber dari Undang-undang
Keputusan Kepala PPATK No.2/1/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang bagi Penyediaan Jasa Keuangan
• Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles)
• Rancangan UU Tentang Perubahan Atas UU No.15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
• UU No.15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan
Sumber dari Buku
M. Dimyati Hartono. Lima Langkah Membangun Pemerintahan Yang Baik. Ind Hill Co. Jakarta. 1997, hal. 53 – 54.
Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,Rajawali Pers, Jakarta, 1995, Cetakan keempat, hal 13.
Ohmae, Kenichi. The Borderless World, Alih Bahasa Drs. FX Budiyanto, Binarupa Aksara. Jakarta, 1991, hal. 194.
Moelyatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Pidato pada Dies Natalis Universitas Gajah Mada tahun 1955.
Post title : Makalah Tentang Money Laundering
URL post : https://didiklaw.blogspot.com/2013/10/meat-ball-shop-kata-pengantar-puji-dan.html
URL post : https://didiklaw.blogspot.com/2013/10/meat-ball-shop-kata-pengantar-puji-dan.html
0 komentar:
Show Emoticons
Posting Komentar