Rabu, 30 Oktober 2013

Makalah Tentang Urgensi Pendidikan Anti Korupsi di Masyarakat

Meat Ball Shop
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan kepada kita. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Rasullullah Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya,  Amin.
Alhamdulillah Penulis dapat menyelesaikan tugas dari dosen pengampu mata kuliah Pidana Khusus, Loso SH.,MH. dengan judul “Urgensi Pendidikan Anti Korupsi di Masyarakat”.
Makalah ini disusun berdasarkan apa yang Penulis dapat dari dosen pengampu mata kuliah pidana Khusus dan sumber–sumber  literatur lain yang relevan. Namun demikian Penulis menyadari jika adanya kekurangan–kekurangan di dalam makalah ini dan oleh karena kekurangan itu untuk dapat terlengkapi melalui diskusi serta bimbingan dan arahan dari dosen pengampu.
Cukup sekian yang dapat Penulis ungkapkan dalam kata pengantar ini, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Demikian dan terima kasih. 







DAFTAR ISI

Halaman  Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar  Isi iii

BAB I : PENDAHULUAN
1. Latar Belakang 1
2. Perumusan Masalah 3
3. Tujuan 3

BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi 5
B. Pendidikan anti korupsi sejak dini 8
C. Hambatan dalam melakukan pendidikan anti korupsi 11


BAB III : PENUTUP 
A. Simpulan                                                                                 13
B. Saran 13

Daftar Pustaka 14






BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era reformasi sekarang ini, Indonesia mengalami banyak perubahan. Perubahan sistem politik, reformasi ekonomi, sampai reformasi birokrasi menjadi agenda utama di negeri ini. Yang paling sering dikumandangkan adalah masalah reformasi birokrasi yang menyangkut masalah-masalah pegawai pemerintah yang dinilai korup dan sarat dengan nepotisme. Reformasi birokrasi dilaksanakan dengan harapan dapat menghilangkan budaya-budaya buruk birokrasi seperti praktik korupsi yang paling sering terjadi di dalam instansi pemerintah. Reformasi birokrasi ini pada umumnya diterjemahkan oleh instansi-instansi pemerintah sebagai perbaikan kembali sistem remunerasi pegawai. Anggapan umum yang sering muncul adalah dengan perbaikan sistem penggajian atau remunerasi, maka aparatur pemerintah tidak akan lagi melakukan korupsi karena dianggap penghasilannya sudah mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dan untuk masa depannya. Namun pada kenyataannya, tindakan korupsi masih terus terjadi walaupun secara logika gaji para pegawai pemerintah dapat dinilai tinggi.

Korupsi dari yang bernilai jutaan hingga miliaran rupiah yang dilakukan para pejabat pemerintah terus terjadi sehingga dapat disinyalir negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah. Tentunya ini bukan angka yang sedikit, melihat kebutuhan kenegaraan yang semakin lama semakin meningkat. Jika uang yang dikorupsi tersebut benar-benar dipakai untuk kepentingan masyarakat demi mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas pendidikan, mungkin cita-cita tersebut bisa saja terwujud. Dana-dana sosial akan sampai ke tangan yang berhak dan tentunya kesejahteraan masyarakat akan meningkat.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, pengkajian ulang remunerasi pegawai yang meningkatkan jumlah gaji mereka terbukti tidak menurunkan tingkat korupsi seperti yang diharapkan. Salah satu hal yang menyebabkan hal tersebut adalah rendahnya moral dan kesadaran masyarakat mengenai korupsi itu sendiri. Masyarakat menganggap korupsi sebagai suatu hal yang biasa sebab tanpa disadari, kita sudah terbiasa melakukan korupsi. Misalnya saja dalam penyediaan alat tulis kantor, pegawai terbiasa mengambil uang yang tersisa dari dana yang disediakan. Padahal sesungguhnya dana tersebut harus dikembalikan pada organisasi. Akibat adanya kebiasaan korupsi ini, pemberantasan korupsi di Indonesia sangat sulit dilakukan. Pemberantasan korupsi seharusnya dilakukan dengan cara mengubah kebiasaan masyarakat sejak dini dan menanamkan paradigma bahwa korupsi ini adalah suatu hal yang salah.
Korupsi di negeri ini sekarang sedang merajalela bahkan telah menjadi suatu “kebiasaan”. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menangani korupsi dan hukum yang sangat tegas. Namun, tetap saja korupsi masih terdapat di negeri ini. Salah satu mengapa orang berani melakukan tindak pidana korupsi yaitu karena kurangnya kesadaran pribadi tentang bahaya korupsi. Tentu saja kita tidak bisa menyadarkan para koruptor karena mereka sudah terlanjur terbiasa dengan tindakannya tersebut.
Cara ini mulai dilakukan oleh pemerintah melalui sekolah-sekolah dengan menerapkan sistem kantin kejujuran. Kantin kejujuran adalah sebuah sistem kantin dimana murid-murid mengambil sendiri barang apa yang ia inginkan. Sekilas sistem ini terlihat seperti suatu sistem yang biasa dilakukan di supermarket dimana konsumen melayani dirinya sendiri. Namun di kantin kejujuran, murid bukan hanya harus melayani dirinya sendiri tapi juga harus membayar serta mengambil kembalian sendiri tanpa adanya orang yang mengawasai, sehingga hal ini merupakan solusi untuk mempersiapkan masyarakat yang menjunjung tinggi kejujuran. Dengan kata lain, sistem kantin ini berbeda dari kantin-kantin yang ada umumnya karena di sini tidak terdapat penjual. Sistem kantin kejujuran ini dapat merangsang kejujuran murid karena ia akan belajar menjadi orang yang berusaha menjaga amanat yang diberikan oleh orang lain kepada dirinya. Di samping itu, kantin kejujuran juga memberikan kontribusi dalam mencerdaskan murid khususnya untuk perhitungan matematis. Kantin kejujuran merupakan upaya preventif dalam menangkal terjadinya tindak korupsi.

Jadi, salah satu upaya jangka panjang yang terbaik untuk mengatasi korupsi adalah dengan memberikan pendidikan anti korupsi dini kepada kalangan generasi muda sekarang. Karena generasi muda adalah generasi penerus yang akan menggantikan kedudukan para penjabat terdahulu. Juga karena generasi muda sangat mudah terpengaruh dengan lingkungan di sekitarnya. Jadi, kita lebih mudah mendidikdan memengaruhi generasi muda supaya tidak melakukan tindak pidana korupsi sebelum mereka lebih dulu dipengaruhi oleh “budaya” korupsi dari generasi pendahulunya.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan korupsi?
2. Bagaimanakah peran serta generasi muda dalam memberantas korupsi?
3. Bagimanakah peranan pendidikan anti korupsi dini dikalangan generasi muda dalam mencegah terjadinya tindak korupsi?
4. Hambatan dan upaya apakah yang dilakukan dalam memberantas tindakan korupsi?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui lebih dalam tentang korupsi.
2. Untuk mengetahui peran serta generasi muda dalam memberantas korupsi.
3. Untuk mengetahui peranan pendidikan anti korupsi dini di kalangan generasi muda dalam mencegah terjadinya tindak korupsi.
4. Untukmengetahuihambatan dan upaya yang dilakukan dalam memerangi korupsi.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 pengertian korupsi adalah perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diris endiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Korupsi sebagai suatu fenomena sosial bersifat kompleks, sehingga sulit untuk mendefisinikannya secara tepat tentang ruang lingkup konsep korupsi. Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik, yang berarti tindakan korupsi yang sepertinya sudah melekat kedalam sistem menjadi bagian dari operasional sehari-hari dan sudah dianggap lazim serta tidak melanggar apa pun. Misalnya sebuah instansi yang menerima uang dari rekanan dan kemudian dikelolanya sebagai dana taktis, entah itu sebagai semacam balas jasa atau apa pun. Kalau mark up atau proyek fiktif sudah jelas-jelas korupsi, tetapi bagaimana seandainya itu adalah pemberian biasa sebagai ungkapan terimakasih. Kalau itu dikategorikan korupsi, maka mungkin semua instansi akan terkena. Dana taktis sudah merupakan hal yang biasa dan itu salah satu solusi untuk memecahkan kebuntuan formal. Ada keterbatasan anggaran lalu dicarilah cara untuk menyelesaikan banyak masalah.Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah. Hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi antar negara yang tetap rendah.Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia.
Mari kita tempatkan seorang “pelajar” yang ingin mencari bangku di sebuah sekolah yang berlabel “negeri” dengan menggunakan “jalur mandiri”. ‘Dia’ menyiapkan sejumlah uang untuk menyuap “orang dalam” agar mendapatkan bangku di sekolah tersebut. Itulah contoh kecil tindakan korupsi yang terjadi di kalangan pelajar. Oleh karena itu, pendidikan anti korupsi harus cukup jelas dalam hal bagaimana dan seberapa banyak jenis korupsi serta tindakan yang tidak “halal” itu merugikan masyarakat terutama diri sendiri.
A.a Alasan Melakukan Korupsi

Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya sendiri. Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi antara lain yaitu :
Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
Kurangnya pendidikan.
Adanya banyak kemiskinan.
Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
Struktur pemerintahan.
Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional.Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
Greeds(keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
Opportunities(kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
Needs(kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
Exposures(pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan.
Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seseorang melakukan tindakan korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya).
Menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga indikasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu :
1. Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi.
2. Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri.
3. Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.

B. Peran Serta Generasi Muda Dalam Memberantas Korupsi
Pemuda adalah aset zaman yang paling menentukan kondisi zaman tersebut dimasa depan. Dalam skala yang lebih kecil, pemuda adalah aset bangsa yang akan menentukan mati atau hidup, maju atau mundur, jaya atau hancur, sejahtera atau sengsaranya suatu bangsa.
Belajar dari masa lalu, sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan bangsa ini tidak lepas dari peran kaum muda yang menjadi bagian kekuatan perubahan. Hal ini membuktikan bahwa pemuda memiliki kekuatan yang luar biasa. Tokoh-tokoh sumpah pemuda 1928 telah memberikan semangat nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air yang satu yaitu Indonesia. Peristiwa sumpah pemuda memberikan inspirasi tanpa batas terhadap gerakan-gerakan perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Semangat sumpah pemuda telah menggetarkan relung-relung kesadaran generasi muda untuk bangkit, berjuang dan berperang melawan penjajah Belanda.
Untuk konteks sekarang dan mungkin masa-masa yang akan datang yang menjadi musuh bersama masyarakat adalah praktek bernama Korupsi. Fakta bahwa korupsi sudah sedemikian sistemik dan kian terstruktur sudah tidak terbantahkan lagi. Ada cukup banyak bukti yang bisa diajukan untuk memperlihatkan bahwa korupsi terjadi dari pagi hingga tengah malam, dari mulai soal pengurusan akta kelahiran hingga kelak nanti pengurusan tanah kuburan, dari sektor yang berkaitan dengan kesehatan hingga masalah pendidikan, dari mulai pedagang kaki lima hingga promosi jabatan untuk menduduki posisi tertentu di pemerintahan.
Oleh karena itulah, peran kaum muda sekarang adalah mengikis korupsi sedikit demi sedikit, yang mudah-mudahan pada waktunya nanti, perbuatan korupsi dapat diberantas dari negara ini atau sekurang-kurangnya dapat ditekan sampai tingkat serendah mungkin.

C. Peranan Pendidikan Anti Korupsi Dini Dikalangan Generasi Muda Dalam Mencegah Terjadinya Tindak Korupsi

Pendidikan antikorupsi adalah pendidikan yang diberikan kepada siswa dengan materi dan proses belajar mengajar yang menekankan antikorupsi. Seluruh materi tersebut menjelaskan pengertian (konsep), contoh, perilaku, kegiatan, maupun hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan korupsi.

Rancangan silabus pendidikan antikorupsi satu jam pelajaran dua minggu sekali dengan menggunakan jadwal upacara. Upacara tetap dilaksanakan tapi diselingi tiap minggunya dengan materi antikorupsi. Inti dari korupsi adalah kejujuran, kejujuran masyarakat indonesia secara umum sudah mulai luntur di berbagai kalangan masyarakat, untuk itu perlu upaya sedini mungkin untuk memulihkannya. Langkah pertama yang dilakukan mencakup tiga hal, yaitu pemberian materi, metode, dan indikator yang ingin dicapai. Materi disusun secara sederhana dan tidak terlalu detail dengan berbagai hukum dan teori, tetapi penekanannya pada praktek korupsi yang kerap dilakukan oleh siswa
Pendidikan adalah salah satu penuntun generasi muda untuk ke jalan yang benar. Jadi, sistem pendidikan sangat memengaruhi perilaku generasi muda ke depannya. Termasuk juga pendidikan anti korupsi dini. Pendidikan, sebagai awal pencetak pemikir besar, termasuk koruptor sebenarnya merupakan aspek awal yang dapat merubah seseorang menjadi koruptor atau tidak. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi yang madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi. Salah satu yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti korupsi dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia.
Pendidikan anti korupsi sesungguhnya sangat penting guna mencegah tindak pidana korupsi. Jika KPK dan beberapa instansi anti korupsi lainnya menangkapi para koruptor, maka pendidikan anti korupsi juga penting guna mencegah adanya koruptor. Seperti pentingnya pelajaran akhlak dan moral. Pelajaran akhlak penting guna mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu halnya pendidikan anti korupsi memiliki nilai penting guna mencegah aksi korupsi. Maka dari itu, sebagai wanita, pemelihara bangsa dan penelur generasi penerus bangsa, sudah pasti harus mampu memberikan sumbangsih dalam hal pemberantasan korupsi. Satu hal yang pasti, korupsi bukanlah selalu terkait dengan korupsi uang. Namun sisi korupsi dapat merambah dalam segala hal bidang kehidupan. Misalnya tenaga, jasa, materi, dan sebagainya. Seperti yang dilansir dari program KPK yang akan datang bahwa pendidikan dan pembudayaan antikorupsi akan masuk ke kurikulum pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi mulai tahun 2012. Pemerintah akan memulai proyek percontohan pendidikan antikorupsi di pendidikan tinggi. Jika hal tersebut dapat terealisasi dengan lancar maka masyarakat Indonesia bisa optimis di masa depan kasus korupsi bisa diminimalisir.
Korupsi menjadi kebutuhan ganda orang yang dilayani dalam administrasi politik agar keinginan tercapai, kedua ia berhasil melawan sistem administrasi publik yang memenangkan perlawanan terhadap birokrasi tersebut. Bila berbicara korupsi di semua kalangan, dari rakyat kecil sampai pejabat terdengar aneh dan lumrah, karena masyarakat Indonesia sudah sangat akrab dengan korupsi. Apabila dibongkar kasus korupsi maupun diberikan saran atau masukan tentang kinerjanya, tidak sedikit pejabat tersinggung. Saran penulis untuk setiap pejabat harus menguasai Emotional Quotient (EQ). Menurut Daniel Goleman (1995) Emotional Quotient atau kecerdasan emosi terdiri dari 5  wilayah penguasaan, yaitu: mengenali emosi sendiri, mampu mengelola emosi sesuai dengan situasi dan kondisi, bisa memotivasi diri dengan emosinya, bisa mengenali emosi orang lain, mampu membina hubungan baik dengan orang lain. (Sarlito Wirawan, kompas, 07/05/2005).

D. Hambatan Dan Upaya Yang Dilakakukan Dalam Penerapan Pendidikan Anti Korupsi Dini

Dibawah ini adalah beberapa hambatan yang akan dihadapi, yaitu:
1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur.
3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.
4. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem politik dan sistem administrasi Indonesia.
5. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan rasti yang semakin canggih.
7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang diemban.
8. korupsi sudah merasuk, sehingga sudah menjadi pola pikir dan perilaku.
9. budaya mengabaikan yang kecil, kurang modal, dan termarjinalkan. Menurut Hobbes budaya ini disebut hommo hominilupus, manusia adalah srigala bagi manusia lain.dunia pendidikan tidak memiliki filosofi pendidikan dan kehilangan jiwa edukasional. Tirani bidang eksakta menuntun pengabaian bidang ilmu-ilmu sosial yang senantiasa berkembang. Indoktrinasi anti sosialis telah menciptakan sikap kurang menghargai ilmu-ilmu sosial, akibatnya dunia pendidikan, tranfer ilmu pengetahuan terlepas dari realita sosial dan lingkungan. 
10. Dunia pendidikan dituntun oleh pakar di luar bidangnya. Fenomena politik, ekonomi, dan gejala sosial kemasyarakatan seperti korupsi mestinya masuk dalam setiap satuan pelajaran agar siswa sadar bahwa mereka sedang menjadi korban kebijakan-kebijakan.
11. lunturnya landasan bersama (common ground) dalam kehidupan berbangsa. Otonomi daerah dilepaskan dari jiwa nasionalisme, sehingga daerah lebih mementingkan daerahnya. Hal ini akan terasa dengan derasnya arus demokrasi yang tidak dilandasi nasionalitas dan solideritas sehingga orang yang berkuasa (pejabat daerah) mempertahankan kedudukannya. (Andreas Yumaga, Kompas, 17 Mei 2005).

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

1. Pendidikan anti korupsi dini sebagai langkah awal terhadap penanganan kasus korupsi yang bermula dari diri sendiri dan diharapkan beimplikasi terhadap kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
2. Dalam jangka panjang, pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mampu melaksanakan Undang-Undang Dasar ’45 demi terwujudnya good goverment.
3. Pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu memberikan pola pikir baru terhadap generasi muda dalam mewujudkan negara yang bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

B. Saran

1. Perlu peningkatan peran keluarga dalam penerapan pendidikan anti korupsi dini sebagai figur dalam pembentukan karakter.
2. Pemerintah dalam halnya melalui Dinas Pendidikan memformulasikan pendidikan anti korupsi dalam mata pelajaran pada jenjang pendidikan formal.
3. Adanya kerjasama masyarakat, pemerintah serta instansi terkait secara sinergis untuk dapat mengimplementasikan dan menerapkan pendidikan anti korupsi dini di segala aspek kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber dari internet:
1. Anonim. “Korupsi” http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi (diakses tanggal 26 oktober 2013)
2. Razib, Rizal. “PERAN PEMUDA DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA; INTERNALISASI TIGA AJARAN KI HAJAR DEWANTARA” http://rizalrazib.blogspot.com/2011/11/peran-pemuda-dalam-pemberantasan.html (diakses tanggal 26 oktober 2013)
3. Rizani, Ahmad. “Peran serta Pemuda sebagai Agen Pemberantasan Korupsi” http://kompasiana.com/post/hukum/2011/01/29/peran-serta-pemuda-sebagai-agen-pemberantasan-korupsi/(diakses tanggal 24 oktober 2013)
4. Aulia, Aylea. “Peran Pendidikan Karakter Bangsa Sebagai Pencegahan Korupsi Sejak Dini” http://aylea-aulia-peace.blogspot.com/2012/08/peran-pendidikan-karakter-bangsa.html(diakses tanggal 25 oktober 2013)
5. Khoiri, Mishad. “Pendidikan Anti Korupsi” http://kualitaindonesia.blogspot.com/2012/03/pendidikan-anti-korupsi.html(diakses tanggal 22 oktober 2013)
Sumber dari Buku:
1. Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, Memahami untuk membasmi: Buku saku untuk memahami tindak pidana korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
2. Buchori, Muchtar, 2007, Pendidikan Anti Korupsi, dimuat dalam Harian Kompas, 21 Februari 2007.
3. Budi Darma, 25 Oktober 2003, Korupsi, Kompas Hal. 4.









Post title : Makalah Tentang Urgensi Pendidikan Anti Korupsi di Masyarakat
URL post : https://didiklaw.blogspot.com/2013/10/makalah-tentang-urgensi-pendidikan-anti.html

0 komentar:

Show Emoticons

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :q: :s:

Posting Komentar